"Masjidil Aqsa Adalah Jantung Semesta!" Talkshow Tentang Palestina Nyalakan Semangat Perjuangan
Oleh: Fatimah Azzahra Ishak*
Palestina bukan sekadar berita. Ini adalah kisah luka, perlawanan, dan harapan yang terus menyala. Di tengah deru pesawat tempur dan reruntuhan bangunan yang menjadi saksi bisu kekejaman penjajahan, ada suara-suara yang tetap lantang menyuarakan keadilan. Salah satunya adalah Muhammad Husein, aktivis Indonesia yang telah menetap di Gaza sejak 2011, yang kali ini berkesempatan hadir dalam Talkshow Palestina di Meuligoe Aceh, Mesir.
Ketua Divisi Litbang 24-25 menjelaskan bahwa acara ini diselenggarakan untuk meningkatkan kepedulian terhadap perjuangan Palestina. Kegiatan ini bertujuan untuk menyebarkan informasi yang benar tentang kondisi Gaza, serta mengajak mahasiswa Indonesia di Mesir untuk memperdalam pemahaman tentang perjuangan Palestina.
Dalam pemaparannya, Ustaz Muhammad Husein membongkar bagaimana sejarah Palestina dikaburkan, bagaimana dunia mencoba memaksa kita untuk percaya bahwa Palestina bukan lagi masalah umat Islam, bukan lagi bagian dari perjuangan kita.
“Mereka ingin kita percaya bahwa konflik ini hanya perang biasa, bukan penjajahan. Bahwa ini hanyalah pertarungan dua kelompok, bukan pertarungan keadilan melawan kebiadaban,” tegas beliau.
Padahal, Palestina bukan hanya tentang Masjidil Aqsa, bukan hanya tentang jalur Gaza. Ini adalah ujian bagi kemanusiaan. Sebab, tidak perlu menjadi Muslim untuk membela Palestina. Cukuplah menjadi manusia.
Ustaz Husein juga menekankan pentingnya akidah dalam perjuangan ini. Beliau mengutip surah Al-Isra’ yang mengisahkan tentang perjalanan Nabi Muhammad Saw ke Masjidil Aqsa dan Masjidil Haram, serta kaitannya dengan kekuatan umat dalam menjaga dan membela Baitul Maqdis.
Kemenangan tidak datang dari sekadar keberanian, tetapi dari persiapan tanpa henti. Seperti yang ditegaskan dalam Surah Al-Anfal ayat 60, umat Islam diperintahkan untuk mempersiapkan diri dengan segala yang mereka mampu, bukan berhenti ketika lelah, tetapi hanya ketika Allah yang menghentikan.
Inilah prinsip yang dipegang oleh para pejuang Gaza hari ini, sebagaimana dulu diterapkan oleh pasukan Umar bin Khattab dan Shalahuddin Al-Ayyubi. “Jika kita ingin seperti mereka, kita harus mempersiapkan diri dalam segala aspek: fisik, mental, dan ilmu,” ujar Ustaz Husein. Persiapan inilah yang menjadikan perjuangan tak tergoyahkan dan musuh-musuh gentar sebelum pertempuran dimulai.
Namun, apakah kita sudah benar-benar memahami arti persiapan ini? Bagaimana cara menjaga semangat agar tetap konsisten?
"Jangan biarkan kita terjebak dalam manipulasi penjajahan," tambah beliau.
Di tengah tekanan dan penderitaan yang dialami oleh rakyat Palestina, kebangkitan semangat perjuangan Islam terus bergema. Sebuah refleksi mendalam muncul, mengingatkan kita bahwa konsistensi dalam perjuangan harus dibangun atas kesadaran akan realitas ideologis yang ada. Bukan sekadar merasa korban, tetapi memahami bahwa kita tengah bertempur dalam ghazwatul fikr—perang ideologi yang lebih besar daripada sekadar bentrokan fisik.
Di balik segala bentuk penjajahan yang telah berlangsung selama puluhan tahun, terdapat strategi yang lebih subtil atau tersirat: menjadikan korban berpikir bahwa mereka tidak terjajah. Seperti yang terlihat di Palestina, penjajah berhasil meyakinkan sebagian orang bahwa kekuasaan mereka tidak sepenuhnya merusak, bahkan ada yang terlibat dalam penindasan terhadap sesama. Salah satu cara yang digunakan adalah membayar orang-orang Arab untuk menyiksa sesama mereka, memperdalam rasa kebingungan dan kesesatan pemikiran.
Namun, kebangkitan semangat harus dimulai dari pemahaman bahwa Masjidil Aqsa adalah jantung semesta yang tidak boleh dibiarkan terus terjajah. Ketika Masjidil Aqsa bergejolak, seluruh alam semesta ikut merasakannya. Para ulama dan orang shaleh terdahulu merasakan keberkahan yang luar biasa dari Al-Aqsa dan mengabdikan diri untuknya, dan kini saatnya bagi kita untuk menghubungkan setiap langkah dan ambisi kita dengan perjuangan kemerdekaan Baitul Maqdis tersebut.
Baca juga: Perlukah Membela Palestina?
Sayangnya, gelombang hijrah yang semula membawa harapan mulai terasa sepi. Salah satu alasan utamanya adalah kurangnya pengarahan yang jelas dan tujuan besar yang ingin dicapai. Tanpa arahan yang tepat, hijrah menjadi sebuah perjalanan yang jenuh dan kehilangan makna.
Sadarilah bahwa kita sedang dibodohi dan dibuat lupa oleh kekuatan barat yang mengatur banyak aspek kehidupan kita. Kini saatnya kita bertanya pada diri kita sendiri: “Mengapa kita berjuang?” Ketika kita menemukan jawaban yang jelas untuk pertanyaan tersebut, langkah-langkah kita berikutnya, yaitu what dan how, akan lebih mudah untuk diambil.
Mari bangkit bersama, menghubungkan setiap langkah kita dengan perjuangan untuk kemerdekaan Palestina dan Masjidil Aqsa, dan kembali menumbuhkan semangat juang yang tak tergoyahkan dalam menghadapi perang ideologi ini.
Tidak hanya melalui pertempuran fisik, kita juga bisa melawan penjajahan dengan narasi. Dalam menghadapi zaman modern ini, narasi adalah senjata yang sangat kuat. Seperti yang disampaikan oleh Ustaz Husein, di zaman Nabi, beliau melawan dengan kata-kata dan dakwah. Di zaman sekarang, kita bisa menggunakan media digital untuk menyuarakan Palestina melalui tulisan, musik, atau seni lainnya.
“Jika kalian punya bakat, misalnya dalam seni, buatlah karya untuk Palestina. Sebarkan kepada dunia tentang apa yang terjadi di Gaza. Jangan hanya menjadi penonton, gunakan kemampuan kalian untuk mengangkat suara mereka yang tertindas,” pesan beliau.
Satu hal yang perlu digaris bawahi: kita harus meng-upgrade visi kita untuk Palestina. Dakwah yang kita sampaikan bukan sekadar ritual agama biasa, tetapi gerakan membangun kesadaran dan kepedulian yang lebih besar.
Perjuangan ini bukan hanya tentang Gaza, tetapi tentang menghidupkan kembali semangat umat. Mengingatkan bahwa Masjidil Aqsa adalah prioritas, bahwa masjid-masjid di sekitar kita harus kembali ramai, dan bahwa perjuangan ini lebih besar dari sekadar masalah pribadi.
Ini bukan sekadar dukungan, tetapi panggilan untuk bergerak. Sebab, sejarah telah membuktikan ketika umat bangkit dengan visi yang jelas, kemenangan hanya tinggal menunggu waktu.
Acara ini ditutup oleh Ustaz Mukhlis bin Ilyas, yang menyampaikan closing statement yang menggugah hati:
Surat untuk dunia
Gaza, Palestina, negeri jihad yang diberkahi. Bumi-nya para nabi. Juga tanah kelahiran Imam Syafii. Banyak ibu-ibu yang mengikuti jejak Sayyidatuna Khasah. Yang bergelar ibunya para syuhada. Allah teguhkan hati dan dada mereka dalam keimanan. Bumi mereka dibombardir luluh lantak oleh Zionis Israel yang tamak. Wahai para syuhada. Keberanian, kesabaran kalian adalah teladan bagi dunia. Perjuangan kalian tidaklah sia-sia. Namun, ada sebagian yang menutup mata. Tidak memanusiakan manusia, Karena tidak perlu menjadi muslim untuk membela Palestina. Cukuplah menjadi manusia.
Sebagai mahasiswa dan pemuda, kita harus siap dengan ilmu, bahasa, dan fisik untuk memperjuangkan Palestina. Tak peduli seberapa kecil kontribusi kita, yang penting adalah komitmen untuk menjadi bagian dari perubahan besar.
Yalla, syabab! Bangkit! Kita tidak hanya berdiri untuk Palestina, tapi untuk kemanusiaan.
Sebagai bentuk solidaritas dan dukungan, acara ini diakhiri dengan sesi foto bersama. Para hadirin mengangkat tangan mereka dengan penuh semangat, seraya mengucapkan jargon yang menggema di seluruh dunia:
بالروح بالدم نفديك يا أقصى
“Dengan semangat (jiwa) kami, dengan darah kami, kami akan menebusmu (menjagamu), wahai Al-Aqsa.”
Jargon ini, yang dipopulerkan oleh para pejuang Palestina, menggambarkan tekad yang tak tergoyahkan untuk mempertahankan Masjidil Aqsa. Ini bukan hanya sebuah kalimat, tetapi komitmen dan pengorbanan yang siap diterima dengan penuh cinta.
Sebagai penutup, acara ini menjadi momentum yang mengingatkan kita akan pentingnya solidaritas dan perjuangan bersama untuk membela Masjidil Aqsa. Dengan semangat yang menyatukan, kita berharap agar dukungan ini dapat memberikan kekuatan dan harapan bagi saudara-saudara kita di Palestina. Semoga Allah senantiasa memberikan perlindungan, kemenangan, dan ketabahan bagi mereka. Aamiin.
*Penulis merupakan mahasiswi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar, Kairo
Editor: Hafizul Aziz
Posting Komentar