Rekam Journeylistic Kru Media KMA 2024; Refreshing Sebelum Menghadapi Ujian

Oleh: Firza Humaira*
Foto bersama seluruh Kru Media KMA di Manyal Palace (Dok. Pribadi)
Matahari mulai memancarkan cahayanya, angin pun berhembus kencang menusuk tulang. Pagi yang cerah ini, kami berkumpul di depan Barakat Store bersama dengan kru-kru media yang berhadir. Dimana 2 mobil coaster sudah berjejer rapi dan siap membersamai “Rihlah Journeylistic Media KMA” hari ini. 

Masing-masing memasuki coaster dan memilih bangku yang kosong. Setelah semua kursi terisi, kami pun siap berangkat di bawah arahan komandan-komandan keren yaitu, Hafizul Aziz (pemred kmamesir.org), Faiz Akbar (pemred el Asyi) dan Rahmat Mustafa (direktur KMA TV). Kali ini aku memilih duduk di samping jendela sambil menikmati indahnya pemandangan hiruk pikuk kota Kairo selama di perjalanan.

Pak supir mulai mengendarakan mobilnya dan melaju dengan tenang, hingga tak terasa kami tiba ke destinasi pertama yaitu, Al-Manyal Palace and Museum. Setelah mendapatkan tiket masing-masing, kami masuk dan menikmati bangunan-bangunan indah dan sejarah di bawah arahan dan panduan dari Tgk. Muhammad Aufia Alkiram.

Al Manyal merupakan bekas istana pada masa Dinasti Muhammad Ali, yang terletak di Pulau Rawda, Sungai Nil. Istana ini memiliki beberapa keunikan indah yang menjadi ciri khas pada kerajaan tersebut, karena gaya dan corak istananya yang berasal dari arsitektur berbagai negara, seperti Persia, Maroko, Turki dll. Istana ini awalnya milik pangeran Muhammad Ali Taufik, putra kedua dari Khadive Taufik, cucu Khadavie Ismail. 

Tidak hanya istana, tapi tempat ini juga terdiri dari lima bangungan terpisah. Terdapat paviliun resepsi saat pertama kali masuk, kemudian dari sebelah kanan bangunan terdapat menara jam dan masjid serta museum perburuan. Kemudian di bagian belakang komplek terdapat paviliun singgasana dan paviliun hunian, tidak jauh dari itu juga terdapat museum pribadi.

Bangunan-bangunan ini dijaga dengan baik oleh pemerintah Mesir sehingga menjadi salah satu tempat wisata yang banyak dikunjungi oleh turis. Setelah berkeliling santai sembari memotret beberapa keindahannya, kami beranjak dan melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya, yaitu Nilometer.


Sebelum memasuki Nilometer, kami mengisi amunisi dengan makan siang dan dilanjut melaksanakan salat Zuhur berjamaah sembari menikmati pemandangan Sungai Nil dan beberapa kapal melewati pinggiran kawasan Nilometer. Angin sejuk siang itu semakin dingin dan menusuk jaket yang tebal ini.
Foto bersama Kru Media KMA di Nilometer (Dok. Pribadi)
Kemudian, kami dipersilahkan masuk ke dalam Nilometer di bawah arahan dan penjelasan Tgk. Aufia. Nilometer merupakan sebuah struktur untuk mengukur ketinggian sungai Nil yang sudah digunakan sejak zaman Firaun hingga era dimana Romawi menguasai Mesir, dibangun dengan model dan desain yang beraneka ragam. Hingga sampai zaman Dinasti Abbasiah. Tempatnya masih berada di Pulau Rawda yang sudah digunakan sejak tahun 621 sebelum masehi. 

Stuktur ini terdiri dari beberapa tingkatan pintu supaya air sungai bisa memasuki nilometer tersebut untuk menakar usaha serta cuaca Mesir selama beberapa bulan atau tahun kedepan. Hasil tersebut diukur melalui gelombang dan tekanan air yang masuk ke dalamnya. Namun, kini struktur itu sudah tidak digunakan lagi.

Kami pun keluar saat azan Asar berkumandang. Tidak lupa mengambil beberapa potret bersama sebagai dokumentasi dan ditutup dengan salat Asar di masjid yang sama. Kemudian, perjalanan pun dilanjut menuju destinasi terakhir, yaitu makam Ibnu ‘Atahillah as-Sakandary yang berada di Muqattam.

Sebelum memasuki makamnya, kami mendengar penjelasan singkat biografi sosok Ibnu ‘Atahillah As-Sakandary yang dijelaskan oleh Tgk. Rezy Rizkyansyah (kru el Asyi). Ibnu ‘Atahillah As-Sakandary dilahirkan pada tahun 648 H di Iskandariah atau biasa dikenal dengan Alexandria. Nama aslinya adalah Ahmad bin Muhammad bin ‘Abdul Karim bin ‘Atahillah. Semasa hidupnya beliau pernah mengajar di Masjid Al-Azhar dan Madrasah Mansuriyyah di Kairo. Gurunya yang paling dekat adalah Abu Al Abbas Ahmad ibnu Ali Al-Anshari Al-Mursi, murid dari Abu Al-Hasan al-Syadzili. 
Foto bersama di Maqam Ibn Attaillah As-Sakandari (Dok. Pribadi)
Beliau adalah seorang tokoh ulama sufi yang awalnya sangat menentang ilmu tasawuf serta mengecam ahli sufi. Saking giatnya beliau dalam menuntut ilmu, beliau pernah berhadapan dengan tokoh agama, yaitu Ibnu Taimiyah yang ajarannya sangat kontroversial terhadap ajaran agama yang melenceng dan jauh dari ajaran Ahli Sunnah Wal Jama’ah. Hingga beliau menutup usia sekitar tahun 709 H dan dimakamkan di Muqattam, Kairo.

Setelah mendengar biografi singkatnya, kami memasuki makamnya yang berada di samping masjid. Berdoa dan bertawasul kepada beliau, supaya diberi kemudahan dalam memahami ilmu dan keberkahan. Serta mengembalikan ruh semangat belajar yang akan menghadapi ujian semester beberapa minggu lagi.

Senja semakin memancarkan warnanya, kami pun mulai beranjak meninggalkan makam beliau dan kembali ke Darrasah titik kumpul awal. Kemudian kembali ke rumah masing-masing dengan rasa gembira. Wowwww...

*Penulis merupakan mahasiswa Tk. II Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar  

Editor: Siti Humaira

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top