Serba Serbi Peringatan Maulid di Tanah Serambi Mekkah
(Google.com) |
Peringatan maulid Nabi Muhammad SAW di Aceh disebut juga dengan istilah “Maulod Nabi”. Dalam pelaksanaan
itu, masyarakat mengadakan kenduri besar dan mengundang anak yatim serta
kerabatnya. Di Aceh sendiri perayaan maulid Nabi digelar
selama 4 bulan berturut-turut. Dimulai dari Rabiul Awal atau disebut “Maulod Awai”, Rabiul Akhir disebut “Maulod Teungoh” dan Jumadil Ula wa Tsani disebut “Maulod Akhe.” Dapat dikatakan bahwa, perayaan maulid
di Aceh merupakan perayaan kenduri dengan waktu terlama.
Bagi masyarakat Aceh, jika tidak
melakukan kenduri maulid merasa ada sesuatu yang kurang, bahkan menjadi suatu keharusan untuk membuat
kenduri jika mampu. Bagi yang mampu, maka akan berkenduri dan membawa ke Meunasah untuk dibagikan dan
disantap bersama-sama warga setempat.
Saat mengantarkan makanan pun ada tempat khusus yang biasanya disebut “Dalong”
yaitu, suatu wadah berbentuk silinder yang biasanya terbuat dari rotan. Untuk
ukurannya pun beragam, rata-rata berkisar antara 30 hingga 50 Cm. Di dalam
dalong inilah dimasukkan nasi serta lauk-pauknya, uniknya lagi hidangan nasi
dan lauknya pun disusun rapi dan berlapis-lapis atau sering disebut dengan “Dalong
Meulapeh”. Setelah dipenuhi makanan, dalong dibungkus lagi
dengan sahab yang merupakan kain tudung saji hias (sangee, bahasa Aceh). Dalong inilah yang diantar warga ke meunasah-meunasah
untuk dinikmati bersama.
Soal hidangan yang disajikan pun cukup istimewa, salah satu menu khasnya
adalah “Bu kulah” yaitu merupakan nasi dimasak dengan paduan
rempah-rempah khusus, sehingga menghasilkan rasanya yang enak dengan aroma khasnya.
Menariknya lagi, bentuk bu kulah menyerupai piramida yang dibungkus dengan daun pisang serta sebelumnya terlebih dahulu dilayu dengan bara api. Sehingga suguhan makanan Aceh dengan rasa dan aroma khas Timur Tengah dan India ini
kian terasa.
Menu hidangan maulid yang turut meramaikan dalong juga ada macam-macam; mie hun, telur rebus, telur asin, gado-gado, kuah
udang, sie kuah puteh, sie kuah merah serta kerupuk mulieng sebagai pelengkap dan lain-lain sesuai dengan khas
daerah masing-masing di Aceh.
Selain menu yang disebutkan di atas, ada hidangan khas pada kenduri maulid,
yakni “Bulukat” atau nasi ketan yang diberi santan kelapa dan dibungkus daun pisang dengan bentuknya limas.Google.com
Nah, sebelum menyantap hidangan maulid, masyarakat menggelar zikir, dalail khairat dan doa bersama diiringi shalawat. Setiap perayaan maulid di Aceh,
kenduri digelar pada siang hari, kemudian malam hari warga kembali beramai-ramai ke Meunasah untuk mendengarkan
dakwah islamiyah yang berisi sirah perjalanan hidup Rasulullah SAW.
Bagi masyarakat Aceh, maulid telah menjadi tradisi dan dilaksanakan secara turun temurun. Pelaksanaan peringatan maulid merupakan salah satu contoh semangat kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa perubahan dan rahmat bagi sekalian alam. Bahkan kemeriahan perayaan maulid nabi di Aceh memiliki dasar sejarah yang kuat. Ini sebagaimana termaktub dalam sebuah surat wasiat Sultan Aceh yang diterbitkan pada 12 Rabiul Awal 913 Hijriah atau 23 Juli 1507, oleh Sultan Ali Mughayat Syah yang ditemukan Tan Sri Sanusi Junid. Salah satu poinnya adalah mengenai pelaksanaan Maulid Nabi yang dapat menyambung tali silaturahmi antar kampung di Kerajaan Aceh Darussalam. []
*Penulis merupakan mahasiswa tingkat 2, jurusan Syariah Islamiyyah.
Editor : Muhammad Farhan Sufyan
Posting Komentar