Nasruddin Hoja dan Tutorialnya Tunggangi Kedelai, eh! Keledai Maksudnya
Sumber: islami.co
Oleh: Muhammad Dany*
Sosok Nasruddin
Mullah Nasruddin Hoja, sufi satirikal dinasti saljuk sekaligus filosof humoris, terkenal dengan cerita jenakanya yang sarat akan makna. Bila ditilik lebih dalam lagi, anekdotnya terdapat kritikan tajam yang ditujukan kepada para penguasa, masyarakat, serta perangai seorang dalam beragama dan bersosial. Karya-karyanya itu famous ke penjuru dunia dan telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa.
Merujuk ke monumen yang terpampang di dekat makamnya, Beliau dilahirkan pada tahun 1208 M, di desa Hortu di Sivrihisar, Provinsi Eskisehir, Turki. Nasruddin dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama. Guru pertamanya ialah ayahnya sendiri, Abdullah Efendi yang juga merupakan imam di desanya. Ia belajar formal di madrasah Sivrihisar di Konya. Setelah tamat ia melanjutkan tugas ayahnya sebagai imam dan diamanahi sebagai asisten hakim, kemudian ia belajar sufisme dari Sayyid Muhammad Hayrani. Konon ia sempat belajar fiqih dan tasawuf langsung kepada Jalaluddin Rumi di Konya.
Beliau meninggal pada tahun 1284 M dan dimakamkan di Aksehir, Konya. Jadi, ada yang unik! Di bagian sisi depan makamnya terdapat pintu besi lengkap dengan gembok besar, sedangkan di bagian sisi belakang makamnya terbuka lebar, tanpa pagar.
Penobatan UNESCO sebagai Warisan Kebudayaan Dunia
Melihat besarnya pengaruh karya Nasruddin terhadap dunia, pada tahun 1996 UNESCO menetapkan di tahun tersebut sebagai tahunnya Nasruddin Hoja. Dan digelarnya Festival Internasional Nasruddin Hoja pada tanggal 5-10 juli setiap tahunnya, di tempat tinggalnya yang berlokasi di Konya sebagai upaya mengenang jasa-jasanya. Selain itu, dibangunnya patung-patung Nasruddin bersama keledainya, mayoritas patungnya dibuat dalam keadaan menunggangi keledai dengan wajah dan badan menghadap ke belakang.
Gaya tersebut menjadi Ikonik Nasruddin yang kaya filosofi, di antaranya :
1. Kocak, itu sejalan dengan karya seninya dalam menyampaikan kebenaran memakai media canda
2. Isyarat bahwa dunia bukanlah tujuannya, karena dunia hanyalah permainan dan senda gurau semata.
3. Menunjukan dirinya sudah mampu menguasai egonya. Ibaratnya keledai sudah mengetahui dia harus ke mana tanpa perlu diarahkan.
4. Tidak ingin membelakangi murid-muridnya. Karena pada kebiasaannya mullah hoja ketika berjalan sering diikuti oleh murid-muridnya.
Makam Nasruddin Hoja
Sumber Gambar: Twitter
Beberapa Humor Klasik dan Pesan Moralnya
Mencari yang Hilang
Suatu ketika seorang tetangga melihat Nasruddin mondar-mandir di halaman depan rumahnya, seperti sedang mencari sesuatu. Kemudian tetangga tersebut bertanya
“Lagi cari apa wahai Mullah?” tanya tetangga
“Cincin saya hilang” jawab Mullah.
“Hilangnya di mana?”
“Di dalam rumah”
“Hilangnya di rumah kok carinya diluar?” ungkap tetangga heran.
“Yah, karena di rumah gelap di sini terang” oceh Mullah.
Pesan moral: Kritikan terhadap orang-orang yang memiliki masalah disebabkan dirinya sendiri namun mengkambing hitamkan orang lain.
Kebutuhan Setiap Orang
Hakim pernah menanyai Nasruddin
“Jika anda memiliki pilihan antara kekayaan dan kebijaksanaan, maka apa yang anda pilih?”
“Tentu aku akan memilih kekayaan” sahut Nasruddin
“Memalukan! Anda adalah cendikiawan yang diakui masyarakat. Tapi anda malah memilih kekayaan?”
“Kalau pilihan anda sendiri apa wahai hakim?” Nasruddin balik bertanya.
“Tentu aku akan memilih kebijaksanaan .” jawab hakim.
“Ooh benar, seseorang memang menginginkan seusuatu yang tidak dia miliki. Aku belum kaya maka dari itu aku menginginkan kekayaan. Sebaliknya, aku sudah bijaksana sehingga aku tidak perlu lagi memilih kebijaksanaan.” jelas Nasruddin.
Lama Perjalanan
Seorang turis mendatangi Hoja yang sedang berkerja dan menanyakan lokasi sebuah tempat. Hojaa pun memberikan lokasinya. Kemudian sang turis bertanya lagi, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk ke sana? Hoja hanya diam saja sembari menyelesaikan pekerjaannya. Akibat dicuekin, turispun langsung pergi meninggalkan juha dengan rasa kesal.
Setelah beberapa saat...
“Dua jam” teriak Hojaa kepada sang turis yang mulai menjauh darinya.
“Kenapa anda tidak menjawab sejak tadi sebelum aku pergi” tanya turis sambil berjalan kembali menghampiri Hoja.
“Karena aku harus melihat dulu kecepatan engkau dalam berjalan” jawab Hoja.
Pelajaran: Untuk mencapai sebuah kesuksesan dibutuhkan keseriusan dan arah yang benar. Jangan malu bertanya serta pilihlah guru yang benar nan teliti.
Panci Beranak
Suatu ketika Hoja meminjam panci ke tetangganya. Setelah dipakai Hoja mengembalikannya lagi. Ketika dikembalikan sang tetangga mendapati sebuah panci kecil di dalam panci tersebut. Lantas ia bertanya
“Kok ada panci kecil di dalamnya?”
“Iya, ia semalam melahirkan” jawab Hoja
Si tetangga teretawa kemudian masuk ke dalam rumah dengan membawa panci tambahan itu.
Pada lain waktu Hoja kembali meminjam lagi panci tersebut, dengan senang hati sang tetangga memberikannya. Tapi kali ini berbeda, sudah berminggu-minggu Hoja tak kunjung mengembalikan alat masak yang dipinjamnya. Akhirnya sang tetangga bergegas ke rumahnya meminta panci itu.
“Kembalikan panciku!”
“Inna lillahi wa inna ilaih rajiun, pancimu sudah wafat”
“Wafat!” sontak tetangga.
“Sejak kapan panci bisa wafat!?” ungkapnya lagi.
“Sejak dia beranak, kalau dia bisa beranak tentu dia bisa mati.” jawab Hoja dengan lugas.
Pesan moral: Tabiatnya seseorang senang menerima kelebihan namun sebaliknya enggan menerima kekurangan. Padahal jika mau menerima kelebihan maka harus siap menerima kekurangan.
Pujian ulama terhadapnya dan pentingnya komedi dalam berdakwah
“Dipercaya bahwa dengan tujuh saja anekdotnya Nasruddin memiliki efek mistik, yang mana sudah cukup menyiapkan jiwamu untuk menerima pencerahan.” ungkap Idris Shah (pelopor masuknya ajaran sufi ke dunia barat).
Habib Husein Ja'far Al- Hadar pernah menjelaskan mengenai efektifnya komedi ala Nasruddin dan Abu Nawas dalam berdakwah.
"Canda itu memiliki kekuatan tersendiri. Pertama: bisa untuk menyindir orang lain tanpa membuat orang itu tersinggung. Ini penting karena agama itu memang menyindir banyak orang dengan kesalahan-kesalahannya . Sekiranya sindiran itu tidak membuat tersinggung . maka dengan komedilah dakwah ini berjalan mulus.
Kedua: Canda itu bahasa yang paling bisa dipahami oleh siapapun, bahkan tanpa kata-kata orang bakal paham misalnya Mr. Bean. Agama dituntun untuk disampaikan ke semua pihak, sehingga itu komedi menjadi alternatif untuk agama sehingga bisa menggrap semua kalangan.
Tetapi ada catatan penting bahwa agama itu pokok, sedangkan canda itu mediumnya saja. Begitu secara agama tidak sesuai ya tidak perlu pakai canda macam itu, karna canda hanyalah medium saja.”
Pada saat ini banyak oknum pelawak yang salah menggunakan komedi, mulai dari mencerca orang lain, memakai kata-kata yang tak pantas, dark joke, bahkan sampai menistakan agama. Ini merupakan penyalahgunaan komedi yang mesti kita hindari.
Baru-baru ini di konten SOMASI, Abdur Arsyad mengkecam keras perbuatan dua orang komedian berinisial TM dan CP. Dalam kritikannya dia mengingatkan dua orang ini agar berhati-hati dalam bercanda terlebih lagi dalam urusan agama.
“Saya percaya bahwa komedi itu, ketika ada pertikaian nih, kita kasi komedi agar orang damai. Kalau dua orang ini berbeda tuh! Orang damai dikasi komedi jadi berkelahi.”
Hemat penulis bahwa, Nasruddin telah sukses menjadikan humor sebagai jalan dakwahnya, bahkan sampai sekarang ini metodenya terus dikaji di majlis ilmu, diupgrate hikmahnya sesuai zaman dan tempat, bahkan dibuatkan film. Maka jika anda hendak bercanda pakailah manhaj sang Mullah Nasruddin Hoja. Wallahu a’lam bi as-shawab.
*Penulis merupakan mahasiswa Al- Azhar fakultas syariah islamiyyah
Editor: Marlina sukmawati
Posting Komentar