Istiqra’ Fitri dan Kisah Cinta Fitri
Oleh: Muhammad Mutawalli Taqiyuddin*
Dulu, era tahun 2000-an ada sinetron berjudul “Cinta Fitri” yang terdiri dari beberapa season. Tapi sebenarnya, tulisan ini tak ada kaitannya sama sekali dengan sinetron tersebut. Jadi ada seorang gadis yang malang nasibnya, tampak larut dalam kesedihan yang berkepanjangan. Setahun kemudian, ada seorang pemuda yang ternyata adalah kenalannya sejak lama. Ia datang dan berani berterus terang pada gadis tersebut untuk melamar dan siap menikahinya dalam waktu dekat. Ketika pemuda sudah mengutarakan langsung niat baiknya, sang gadis menjawab “Aku tak percaya sama kamu, semua laki-laki di atas muka bumi ini sama aja.” Nada sang gadis tidak marah, justru mengatakannya dengan baik-baik.
Mendengar jawaban tersebut sang pemuda tidak terkejut sama sekali, ia tanggapi dengan tenang. Karena ia juga tahu, tahun lalu sang gadis putus cinta alias gagal nikah dengan seorang pria, berarti sampai saat ini sang gadis belum juga move on. Ini diluar ranah logika, kalau sudah telanjur, sulit dilupakan.
***
Sejak abad keenam belas, mantiq qadim atau logika Aristotelian sudah mendapat serangan tajam dari para ilmuwan Barat bahkan juga dari ilmuwan dan cendikiawan Muslim. Terutama dari para filsuf penganut mazhab tajribi atau mazhab yang memyakini bahwa tumpuan ilmu pengetahuan adalah pengalaman (empirisme). Mazhab ini dipelopori oleh Francis Bacon.
Secara umum mereka mengklaim bahwa mantiq qadim atau kaidah logika Aristotelian yang menggunakan metode qiyas yaitu menarik kesimpulan berdasarkan susunan premis umum yang dianggap benar untuk membuat kesimpulan khusus (deduksi), sejatinya tak akan memajukan peradaban dan tak pula memberikan sumbangsih yang signifikan bagi dunia keilmuan. Atas dasar tersebut lahirlah logika modern atau mantiq hadits yang berbasis Istiqra' yaitu menarik kesimpulan dengan menyusun premis khusus untuk menyimpulkan sesuatu yang umum (induksi). Tapi agar lebih bijak, sebaiknya mantiq qadim dan mantiq hadits keduanya kita pelajari dengan seksama dan mengambil manfaat dari keduanya.
Salah satu pembahasan inti dalam mantiq hadits adalah Istiqra', dan Istiqra' sendiri ada beberapa bagian, salah satunya adalah Istiqra' Fitri, selain Istiqra' Tam dan Naqish.
Sebelum kesitu, istilah Istiqra' sendiri dari segi bahasa bermakna meneliti, mengumpulkan, mengikuti atau menelusuri. Karena itu dalam bahasa Arab, desa itu dinamai qaryah dari akar kata qarw, karena di sana para anggota masyarakat saling “mengikuti” dan “berkumpul” satu sama lain. (Ilmu Mantik, Muhammad Nuruddin, Penerbit Dar Ash-Shaleh, hal. 493)
Menurut istilah, Istiqra adalah:
.التتبع والتصفح والتعرف على الظاهرة كلها أو بعضها، ثم الوصول عن طريق التعميم إلى حكم عام يشملها
“Proses penelusuran terhadap seluruh atau sebagian fenomena tertentu untuk sampai pada satu hukum yang bersifat universal”.
Atau lebih jelasnya, istiqra' adalah proses pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang lebih khusus menuju sesuatu yang lebih umum (metode induksi). Ia merupakan kebalikan dari qiyas yang proses pengambilan kesimpulannya berangkat dari umum menuju yang lebih khusus (metode deduksi).
Contoh Istiqra' : “Besi, tembaga, nikel, emas dan perak itu semuanya ketika dipanaskan akan memuai”, “Besi, tembaga, nikel, emas dan perak itu adalah barang tambang”. Kesimpulannya “Semua barang tambang memuai ketika dipanaskan.”
Contoh qiyas : “Besi itu adalah barang tambang”, “Setiap barang tambang itu memuai dengan panas”. Kesimpulannya “Besi itu memuai dengan panas.”
Perbedaannya jelas, jika Istiqra' kesimpulannya bersifat umum (semua barang tambang), sedangkan qiyas kesimpulannya bersifat khusus (besi).
Anggaplah yang termasuk kategori barang tambang itu hanya sebatas benda-benda yang disebutkan dalam contoh, maka itu dinamakan dengan Istiqra' tamm. Jika ternyata itu hanya sebagian yang disebutkan, maka itu dinamakan Istiqra' naqish. Ada satu istilah lagi dalam istiqra yaitu Istiqra' fitri, dan ternyata bagian ini, sadar tak sadar menjadi kebiasaan kehidupan manusia sehari-hari. Istiqra’ Fitri merupakan:
استنتاج قاعدة كلية من خلال حالة أو حالتين، أو مجرد رؤية سريعة دون اللجوء أو الاعتماد على أي أساس علمي، وهو يستخدم في حياتنا كثيرا ونتائجه في الغالب مشكوك فيها لأنه مبني على أساس ضعيف وهو الإنتقال من ملاحظة عابرة لحالة أو حالتين ثم استنتاج تعميم كل شيء دون اللجوء إلى أي أساس علمي)قانون عام(.
“Menarik kesimpulan yang bersifat universal dari satu atau dua hal saja secara tergesa-gesa dan tidak menggunakan kaidah-kaidah ilmiah. Ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan kesimpulannya dinilai meragukan karena dibangun atas dasar-dasar atau bukti yang lemah.”
(Sumber ilustrasi: Freepik.com) |
Ada pakar yang memasukkan istiqra' fitri ini ke dalam ranah istiqra' naqish tapi hal ini ditentang karena sejatinya kedua hal tersebut berbeda, istiqra' naqish punya tujuan yang jelas dalam pengaplikasiannya dan telah melewati tahap penelitian yang mencukupi syarat walaupun hakikatnya masih menggunakan sebagian objek kategori yang dimaksud. Ada juga yang memasukkan istiqra' fitri dalam ranah istiqra tam, ini jelas lebih di tentang lagi, karena definisi istiqra' tam sudah sangat jelas, mencakup semua objek, tidak sebagian apalagi hanya satu atau dua objek dalam kategori.
Contoh: Seorang pelajar junior asal Indonesia di Mesir bertemu dengan satu orang lokal yang tampaknya begitu baik dan ingin memberikannya sesuatu, orang lokal tersebut memberikan makanan dan sejumlah uang tunai pada sang pelajar. Sang pelajar pun berterima kasih dan membatin “semua orang Mesir itu baik-baik dan dermawan ya”. Kalau kata-kata ini sampai ke telinga pelajar senior, pasti tak akan setuju dengan statement tersebut, mengingat realitanya di Mesir bahkan di negara manapun pasti ada saja orang jahat dan penipu bertebaran. Maka jelas tidak tepat menilai satu hal kemudian langsung menyimpulkannya menjadi kaidah umum tanpa melewati langkah-langkah ilmiah yang konkret.
Contoh Istiqra' Fitri menggunakan konteks kisah cinta sang gadis, anggaplah mantan atau pria yang gagal nikah dengan sang gadis namanya A, sebagai berikut:
“Si A adalah laki-laki”
“Si A itu pembohong”
Kesimpulannya : Semua laki-laki itu pembohong.
Kata sang gadis kepada pemuda yang mau meminangnya itu sejalan dengan kaidah ini, karena sebelumnya ada satu lelaki yang membohonginya setelah lelaki tersebut masuk dalam hatinya. Gara-gara satu lelaki tersebut, hati sang gadis begitu tersakiti, hingga menyimpulkan bahwa semua laki-laki di atas muka bumi ini sama, alias pembohong.
Inilah alasan para pakar tidak memasukkan istiqra' fitri ini dalam salah satu pembagian istiqra'. Karena keluar dari tujuan murni dari istiqra' sendiri. Istiqra fitri merupakan satu bentuk cacat logika yang akan menyebabkan banyak mudarat dalam kehidupan.
Bayangkan, ada lelaki yang memang hakikatnya bukan pembohong, orang baik tapi niat baiknya tidak tercapai hanya karena cara berpikir yang keliru. Adilkah seorang wanita menilai miliaran laki-laki di atas muka bumi ini dengan bukti satu lelaki yang pernah menkhianatinya? Begitu juga sebaliknya, adilkah seorang laki-laki menilai miliaran wanita atas muka bumi ini dengan bukti satu perempuan yang pernah mengkhianatinya? Silahkan jawab masing-masing dengan sudut pandang pribadi, bebas.
***
Kembali ke kisah tadi, ketika gadis tersebut menolak dengan alasan demikian, sang pemuda tetap tenang, tak tampak patah hati dan menghargai keputusan atau jawaban dari sang gadis. Waktu kian berselang, sang gadis tersebut tiba-tiba datang ke pemuda yang dua bulan lalu datang menyatakan perasaannya.
“Maafkan aku, beberapa hari setelah kamu menyatakan perasaanmu, tentunya aku kepikiran dan terus kepikiran. Pastinya butuh waktu. Kemudian tak sengaja dan iseng-iseng membaca satu tulisan di salah satu website berjudul ‘Istiqra Fitri dan Kisah Cinta Fitri’ yang di-share oleh teman-teman. Penasaran karena ada namaku, lantas aku pun membacanya, ceritanya mirip dengan kisahku. Setelah membaca itu, aku renungi baik-baik dan berusaha untuk sadar serta membuka mata dan pikiran. Sungguh apa yang telah kuucapkan padamu dulu merupakan kesalahan yang besar.”
Takdir mempertemukan dua insan yang hampir saling melupakan melalui perantara satu tulisan.
“Entah mengapa, hari dimana kamu menyatakan perasaan bahkan sampai saat ini, Aku melihat ketulusan sejati di matamu, aku setuju dan menerima lamaran niat baikmu.” Kata Fitri.
Mahasiswa Tingkat Akhir Universitas Al-Azhar, Jurusan Akidah dan Filsafat*
Editor: Annas Muttaqin
Posting Komentar