Syekh Sayyid Usamah Al-Azhari Adakan Majelis Kitab Al-Buldaniyyat Karangannya
Oleh: Muhammad Gia Nabila*
Sumber: UsamahAlAzhari/instagram |
Benar saja, para pelajar dari berbagai
negara itu sedang ingin bertemu dengan seorang ulama besar al-Azhar asy-Syarif
di dalam sebuah majelis ilmu. Beliau adalah Syekh Dr. Usamah As-Sayyid Mahmud
Muhammad Al-Azhari. Beberapa menit kemudian semua orang sudah tampak duduk
dengan rapi di dalam aula, bahkan sampai terus menjalar ke bagian luar aula,
bukan lantaran tempat yang kecil tetapi karena besarnya antusiasme pelajar
dalam menghadiri majelis dengan ulama besar
yang satu ini, hingga menyebabkan kapasitas aula membeludak. Bagaimana tidak,
kesempatan hadir di majelis beliau sangatlah langka dikarenakan padatnya jadwal
beliau dan segala kesibukannya. Pelajar yang paling berhoki pun mungkin hanya
bisa bertemu beliau dua tahun sekali jikapun ada dan itu bisa dihitung dengan
jari.
Di sore hari sabtu (13/11) yang cerah ini, Syekh yang saat ini sedang dipercayakan sebagai penasihat kepresidenan Republik Arab Mesir ini dijadwalkan untuk membacakan sekaligus memberikan ijazah kitab beliau "Al-Buldaniyyat arba'un haditsan 'an arba'in syaikhan min arba'in baladan qad dakhaltuha" yang berisi kumpulan 40 hadis yang beliau dengar melalui 40 orang guru dari 40 negeri dan kota, hadis-hadis yang jalur periwayatannya bersambung dari guru beliau hingga ke Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Majelis dibuka dengan pembacaan ayat suci al-Quran diikuti dengan kata sambutan dari Syekh Dr. Ahmad Nabawi selaku
penyelenggara majelis dan ketua Akademi Ihya' yang berpusat di aula majelis
hari itu. Majelis hari ini sendiri merupakan sebagai simbolis dimulainya
kegiatan di akademi yang berfokus pada pengembangan keilmuan Al-Quran dan Syariat.
Sejurus kemudian, majelis pun dimulai dan sesuai dengan tradisi para ulama
hadis dari zaman dulu hingga sekarang, Syekh Usamah memulai majelis dengan
membacakan hadis musalsal bil awwaliah dengan sanad beliau dari
guru-guru beliau hingga sampai kepada sahabat kemudian Rasulullah, yang mana
hadis ini merupakan hadis pertama yang didengar dari guru-guru perawi tersebut
dan mengatakan "ini merupakan hadis pertama yang kudengar dari guru saya
ini", kemudian beliau memberikan ijazah hadis musalsal ini kepada
seluruh hadirin, yang barangkali hadis ini pun merupakan hadis pertama yang
mereka dengar dari Syekh Usamah.
Setelah selesai mukadimah, Syekh Usamah
mulai memperkenalkan kitab "Al-Buldaniyyat" beliau serta
menjelaskan syarat dan metode ulama-ulama hadis terdahulu sebelum beliau dalam
mengarang kitab "Al-Arba'in Al-Buldaniyyat".
Sumber: UsamahAlAzhari/instagram |
Tradisi pengumpulan hadis dengan sebanyak 40 hadis di dalam sebuah kitab khusus sudah banyak ditemukan di dalam dunia literasi islam sejak lama. Para ulama menyusun 40 hadis pilihan dalam satu bab tentang permasalahan tertentu, dan ini merupakan bentuk pengamalan mereka terhadap hadis Nabi shalallahu alaihi wasallam yang berbunyi :
«مَن حَفِظَ عَلى أُمَّتِي أرْبَعِينَ حَدِيثًا من أمرِ دِينها بَعَثهُ اللَّهُ ﷿ فقِيهًا، وكنْتُ لَهُ شافِعًا وشَهِيدًا»
"Barangsiapa di antara umatku yang
menghafalkan 40 hadis tentang permasalahan agama, niscaya Allah akat
membangkitkannya sebagai orang fakih, dan aku akan menjadi pemberi syafaat
kepadanya dan sebagai saksi"
Hadis ini diriwayatkan oleh sebelas orang
sahabat dengan lafal yang sedikit berbeda-beda, dan semua jalur periwayatannya
lemah. Namun, para Ulama sepakat untuk mengamalkan isi kandungan dari hadis ini.
Bahkan terkadang sebagian mereka mengatakan
: "Kalaupun hadis ini dhaif, terdapat hadis lain yang bisa dijadikan
sandaran terhadap karya ini yaitu hadis Rasulullah yang memerintahkan untuk
menyampaikan hadis beliau kepada generasi berikutnya".
Ulama yang mengumpulkan hadis dengan corak
"Al-Arba'inat" (pengumpulan 40 hadis) ini sangatlah banyak,
bahkan salah seorang sarjana dan peneliti kontemporer bernama Sahl Al-A'un
membuat sebuah kitab berjudul "Al-Mu'in fii dzikri man allafa fil
arba'in". Disini ia menyebutkan sederetan jumlah ulama dengan kitab
"Arba'in" sebagai karangannya hingga mencapai lebih dari 530
Ulama disebutkan.
Syekh Usamah melanjutkan : "Dan salah
satu andil besar yang dilakukan Syekh Abu Thahir di kitabnya
"Al-Buldaniyyat" tersebut beliau mengatakan : "Demi mencari dan
mendengarkan hadis Nabi saya sudah mengelilingi negeri yang banyak, dan dari
negeri itu semua saya menyeleksi 40 negeri, dan di setiap negeri saya hanya
memilih satu orang guru dari sekian guru yang saya jumpai di negeri tersebut,
dan dari setiap satu guru-guru ini saya hanya memilih dan menyebutkan satu
hadis dari mereka di dalam kitab ini"
Model penulisan seperti ini kemudian diikuti
oleh Ulama yang hidup semasa dengan beliau yaitu Abu Al-Qasim ibn Asakir (W.
571 H), dan seterusnya diikuti oleh banyak ulama yang mengumpulkan hadis dengan
metode yang sama seperti : Al-Hafizh Abu Ya'qub Yusuf Asy-Syirazi (W. 585 H),
kemudian Al-Qadhi Abul Barakat Muhammad bin Ali Al-Anshari Al-Maushili
Asy-Syafi'i (W. 600 H) dan yang lainnya,
hingga terakhir berhenti sesaat pada pertengahan abad kesepuluh disusun oleh
Syekh Muhammad Ibnu Thulun Ash-Shalihi Ad-Dimasyqi (W. 953 H).
Dalam kurun waktu 4 abad ini, terdapat juga
beberapa ulama besar para musnid yang berusaha untuk menghidupkan lagi tradisi
karangan serupa, seperti : Syekh Abdul Hayy Al-Kattani Al-Maghribi Al-Faasi
(W. 1382 H), Syaikh Al-Qadhi Abu Muhammad Abdul Hafizh Al-Faasi Al-Fihri (W.
1383H), dan Musnidul 'Ashri wal Waqti Musnidud dunya Syaikh Muhammad bin Yasin
Al-Fadani Al-Makki (W. 1410 H).
Kendati demikian, penyusunan hadis yang
dilakukan para Ulama tersebut ternyata belum lah benar-benar memenuhi salah satu
syarat utama dari karakteristik kitab bertajuk Al-Buldaniyyat. Yaitu melakukan
perjalanan ke 40 negeri untuk menghafal hadis bersanad dari 40 syekh, bukannya
menghafal hadis dari satu tempat dimana di situ terdapat beberapa syekh yang
berasal dari negeri-negeri yang berbeda, hal serupa pun pernah terjadi di kitab
Al-Buldaniyyat yang disusun oleh Al-Faqih Abu Abdillah Muhammad bin Isma'il
Al-Yamani Asy-Syafi'i (W. 609 H) dimana beliau meriwayatkan 40 hadis dari 40
syekh dari negeri yang berbeda-beda dan mereka semua beliau jumpai di Mekah.
Karena salah satu tujuan dari "Al-Buldaniyyat" itu sendiri
adalah untuk menunjukkan kegigihan para ulama demi menghafalkan hadis dari
banyak guru dengan melakukan perjalanan ke negeri yang berbeda-beda.
Sumber: UsamahAlAzhari/instagram |
Adapun negeri-negeri yang belum beliau
sebutkan di kitab ini, kemudian beliau sebutkan di kitab yang beliau susun
setelahnya yang diberi nama "Al-Buldaniyyat As-Sughra". Di kitab yang
lebih tipis dari kitab sebelumnya, mencakup negeri dan guru yang belum
disebutkan juga meliputi negeri yang baru beliau kunjungi di kemudian hari.
Setelah menjelaskan latarbelakang
sedemikian rupa, Syekh Usamah mulai masuk ke dalam hadis pertama dari kitabnya,
dimulai dengan negeri Madinah disertai kelebihan dan keutamaan Madinah beserta
beberapa kisah luar biasa yang beliau alami di sana terus dibarengi nama-nama
guru yang beliau jumpai di sana lalu menyebutkan sanad beliau hingga ke
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam. Dilanjutkan dengan negeri Mekah,
Jeddah, Negeri-negeri di Mesir, Syam, India, Yaman, Uni Emirat Arab, Kuwait,
negara-negara di Afrika, Britania Raya, Malaysia, Indonesia dan lainnya hingga
sampai ke penghujung kitab.
Majelis yang berlangsung selama tiga jam tersebut diselangi dengan shalat Maghrib dan Isya berjamaah, lantunan nasyid dari munsyid kondang Mostafa Atef, dan juga pembacaan syi'ir pujian terhadap Syekh Usamah oleh salah seorang pelajar asal Nigeria. Pembacaan nasyid dan qashidah madih ini pun merupakan salah satu tradisi untuk melunakkan hati (turaqqiq al-qulub) yang dilakukan para muhaddisin zaman dulu dalam majelis mereka. Syahdan, maka majelis pun beliau tutup dengan wasiat-wasiat kepada para penuntut ilmu sebelum akhirnya memberikan ijazah sanad hadis dari kitab Al-Buldaniyyat tersebut kepada seluruh hadirin, baik yang berada di dalam aula maupun yang duduk rapi berbaris di ambang pintu gerbang yang dibiarkan terbuka supaya Syekh tetap bisa terlihat dari kejauhan.
"Dengan demikian, saya mengijazahkan
hadis-hadis yang sudah saya dengar dari guru-guru saya kepada seluruh hadirin
sekalian dengan ijazah 'ammah, disertai
syarat-syarat yang sudah muktabar di kalangan para muhaddisin. Saya
berharap doa dari semuanya untuk kebaikan saya, guru-guru kita, orang tua kita
dan seluruh kaum muslimin. Saya berwasiat agar terus belajar, dan jangan malu
mengatakan "Aku tidak tau" di permasalahan yang memang tidak dia
ketahui, dan saya juga berwasiat agar semuanya giat dalam menuntut ilmu, dan agar
seluruh hadirin tidak bergantung pada sanad ini, karena ia hanyalah bagian dari
pelengkap ilmu. Karena ilmu itu pada dasarnya adalah dengan menguasai hakikat
dari permasalahan-permasalahan pokok ilmu syariat. Dengan ini saya telah
mengijazahkan kepada hadirin sekalian dengan ijazah 'ammah""
Qabilna...[]
*Penulis merupakan mahasiswa jurusan Hadis wa Ulumihi di Universitas Al-Azhar, Mesir.
Editor: Ali Akbar Alfata
Posting Komentar