Ijazah Sarjana Menjamin Terbentuk Kualitas Anak Bangsa?
Oleh: Salsabila Ulfah*
Sumber: Unsplash.com |
Bahkan dari pemerintah sendiri mengapresiasi kepada santri berprestasi untuk diberikan beasiswa dalam masa pendidikannya. Beda halnya dengan zaman dahulu, tidak semua rakyat mampu menempuh jenjang pendidikan, salah satu faktornya adalah biaya yang kurang memada. Mereka harus memikirkan biaya administrasi, baju seragam dan perlengkapan untuk sekolah sehingga menghambat proses pendidikan yang sebenarnya merupakan kebutuhan primer individu untuk membentuk karakter yang dapat berinteraksi terhadap dunia luar dengan baik.
Di masa modern ini sarana pendidikan sudah sangat mudah. Sudah banyak kita lihat orang yang berhasil memperoleh sarjana dengan gelarnya masing-masing. Di balik hal itu, bisakah ijazah sarjana menunjukkan sebuah keberhasilan?. Ijazah sarjana tak bisa dijadikan pondasi utama, ilmu yang di peroleh hanyalah ilmu materi. Namun, ketika hanya materi yang didapatkan sedangkan adaptasi sosial di kalangan masyarakat masih lemah, maka perolehan gelar sarjana itu bisa dibilang hanya sia-sia.
BPS pada tahun 2019 menunjukkan penurunan angka pengangguran, di saat yang sama, angka lulusan universitas semakin banyak yang tidak bekerja. Di antara sebab dari hal tersebut adalah kualitas sumber daya manusia yang tidak sesuai dengan kemampuannya sebagai lulusan dari sebuah bidang. Terutama dari sisi etos kerja, mental, dan sebagainya yang merupakan implementasi dari moral atau kita kenal dengan akhlak.
Dalam bidang keagamaan, akhlak dan adab harus diutamakan dari pada ilmu. Dengan terbentuknya akhlak akan menumbuhkan kebiasaan yang baik sehingga ketika ilmu yang dimilikinya disampaikan kepada masyarakat akan sampai dengan baik pula. Ilmu seberapapun banyaknya tanpa disertai adab akan menjerumuskan manusia dalam perilaku yang rendah dan karena akhlak lah yang menyelamatkan kita dari sifat keangkuhan tersebut.
Dalam bidang dunia kerja, tidak dipungkiri banyak orang yang kurang dalam pendidikannya lebih mudah mendapatkan pekerjaan atau mempunyai bisnis yang mereka kembangkan dibandingkan orang yang memperoleh gelar sarjana,bahkan bisnisnya bisa lebih maju. Padahal secara teori, lulusan sarjana lebih mampu, karena telah mempelajari metodologi dalam masa pendidikannya. Namun, pada kenyataannya, hal tersebut tidak bisa jadi jaminan dari kesusksesan dunia kerja.
Mengapa demikian? karena tidak hanya bukti ijazah yang menjadi penilaian, akan tetapi semangat dan kerja keras yang dibutuhkan. Utamanya hal tersebut merupakan dasar dari akhlak itu sendiri. Islam juga mengajarkan etos kerja sebagai dasar dalam menggapai kesuksesan dunia.
Sebagian orang sarjana meremehkan mereka yang tidak ada gelar. Namun, jika mereka lebih dibutuhkan masyarakat mengapa harus berkecil hati meski pendidikan tidak tinggi? Banyak para pekerja di tanah air kita hanya tamatan dari SMP bahkan hanya lulusan SD yang berhasil dalam dunia kerjanya. Ada juga orang yang lulusan sarjana sudah menduduki jabatan tinggi dalam instansi pemerintahan. Namun, sayangnya melakukan korupsi dan terkasus sebagai narapidana, hal inilah yang tidak diharapkan oleh bangsa kita. Pada akhirnya, medan lah yang berbicara, saat kebutuhan hadir di suatu tempat, atau bahkan dalam dunia bisnis, yang dinilai adalah integritas. Ilmu adalah nomor sekian dalam konteks membantu masyarakat, kemauan, moral, serta integritas lebih utama.
Sumber: Unsplash.com |
Di sisi lain, banyak sekali sarjana yang tidak merepresentasikan atas apa yang telah dipelajari dan diraihnya, seakan-akan keduanya adalah dua hal berbeda. Padahal, pemerintah baik nasional maupun daerah telah menyelonjorkan dana yang tidak sedikit untuk sektor pendidikan dan peningkatan sumber daya manusia, tak sedikit dari para koruptor atau narapidana yang mengeyam pendidikan dengan beasiswa yang merupakan uang rakyat.
Ibu Sri Mulyani, Menteri Keuangan Republik Indonesia menuturkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sektor pendidikan tahun 2021 telah ditingkatkan lima kali lipat menjadi 550 Triliun Rupiah. Dana ini belum lagi dibagikan ke daerah-daerah dan menjadi sumber dana pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni.
Maka sangat disayangkan melihat duta-duta bangsa di masa depan harus pupus layu. Ijazah yang selama ini jadi ‘pintu kemana saja’ pada hakikatnya tidak sedikit pun menggambarkan pemiliknya. Ijazah hanya tanda seseorang pernah sekolah, bukan belajar.
Jika hal ini semakin berlanjut,bagaimana nasib generasi penerus bangsa ke depan yang akan mengharumkan tanah air tercinta. Mulai dari sekarang mari kita membentuk karakter berakhlak mulia yang berdedikasi tinggi hingga mampu mewujudkan harapan bangsa di era modern ini.
*Penulis Merupakan Mahasiswi Jurusan Syariah Islamiyah Universitas Al-Azhar, Mesir.
Editor: Ali Akbar Alfata
Posting Komentar