Karena Mutu Kehidupan Ada Pada Tujuannya
Oleh: Deffa Cahyana Harits*
Sumber gambar: topnaija.ng |
Dalam Al-Quran dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk, sehingga ia diberi kepercayaan untuk menjadi khalifah (pemimpin) guna memakmurkan bumi. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang Allah bekali segudang potensi dan kemampuan untuk merencanakan, mengatur, dan menata kehidupan dalam rangka beribadah kepada-Nya.
Salah satu bentuk ruh (baca: spirit) yang selalu dipompakan Islam ke dalam jiwa-jiwa muslim sejati adalah semangat untuk dapat mencapai yang terbaik dalam berbagai lini kehidupan. Tentunya tidak hanya di akhirat, tapi juga di dunia. Meskipun Islam menekankan bahwa kehidupan akhirat adalah kehidupan yang sesungguhnya, namun Islam juga mengingatkan bahwa prestasi akhirat kita sangat bergantung pada prestasi yang dicapai dalam episode kehidupan dunia. Bukankah dunia adalah ladang amal yang akan dipanen di akhirat kelak?
Hanya saja, beberapa umat muslim sering kali terjebak dalam stigma bahwa adanya pemisah antara kesuksesan dunia dan akhirat. Padahal segala potensi yang ada di dunia ini baik yang bersifat internal (yaitu segala yang ada di dalam diri masing-masing manusia) maupun eksternal (segala yang ada di luar sana), semuanya "sengaja" diciptakan oleh Allah untuk membangkitkan dan membangun energi positif, agar bisa mencapai prestasi di dunia dan akhirat nanti.
Dalam hal ini, setidaknya manusia perlu melakukan dua hal untuk mewujudkan kesuksesan tersebut. Pertama, menanamkan paradigma terkait kesuksesan. Artinya, untuk memiliki nilai kehidupan yang baik seseorang harus mempunyai pola pikir atau mindset terhadap kesuksesan itu terlebih dahulu. Kedua, mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meraihnya. Kedua strategi inilah yang akan memberi pengaruh besar ke depannya, di mana strategi ini memiliki peran penting dalam mengembangkan dan meningkatkan vitalitas diri (daya hidup).
Selaku seorang muslim, kita mengetahui bahwa Allah tidak menciptakan manusia secara sia-sia dan tanpa tujuan. Sebagaimana dalam firman-Nya:
أَفَحَسِبۡتُمۡ أَنَّمَا خَلَقۡنَٰكُمۡ عَبَثٗا وَأَنَّكُمۡ إِلَيۡنَا لَا تُرۡجَعُونَ
"Maka apakah kalian kira bahwa sesungguhnya kami menciptakan kalian secara main-main dan bahwa kalian tidak dikembalikan kepada kami?" (QS. Al-Mu'minun: 115).
Allah juga berfirman:
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا
لِيَعۡبُدُونِ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (QS. Adz-Dzariyat: 56).
Secara kasat mata, ayat ini seolah menjelaskan bahwa jangan sampai kita membiasakan diri mengerjakan sesuatu tanpa tujuan. Tujuan terbesar dan teragung bagi setiap muslim tentu memperoleh ridha Allah, Tuhan semesta Alam dengan sarana-sarana yang diizinkan-Nya.
Apakah itu berarti seluruh kehidupan harus dijalani dengan serius dan tidak ada rehat di dalamnya? Tentu saja tidak, sebab setiap jiwa pasti tidak akan sanggup melakukannya. Akan tetapi istirahatlah sejenak pada waktu yang tepat dan dengan cara yang sesuai. Dengan demikian, istirahat kita mempunyai tujuan dan tetap berada dalam bingkai keridhaan-Nya. Hal ini sesuai dengan ayat Allah:
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦ مَنَامُكُم بِٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ وَٱبۡتِغَآؤُكُم
مِّن فَضۡلِهِۦٓۚ
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidur kalian di waktu malam dan siang hari, dan usaha kalian mencari sebagian dari karunia-Nya." (QS. Ar-Rum: 23).
Tidur adalah salah satu rahasia Ilahiyah yang mengagumkan, diberikan Allah kepada setiap makhluk-Nya. Tidak ada satu makhluk pun yang tidak membutuhkannya, setelah mengalami kelelahan dan kepenatan yang luar biasa. Ini juga merupakan hak bagi tubuh kita.
Sebaliknya, membebani diri dengan sesuatu yang tak sanggup dipikul, bergadang sampai pagi, semua itu justru bisa menghancurkan potensi diri dan mengganggu kegiatan lainnya. Oleh karena itu, hendaknya kita beristirahat sesuai dengan kaidah terbaik yang sudah menjadi konsumsi umum. "Tidurlah di awal waktu dan bangunlah di awal waktu pula."
Ini juga sudah dibuktikan secara ilmiah bahwa yang paling baik adalah tidur setelah shalat Isya, karena konon tidur satu jam di awal malam setara dengan tidur dua jam di akhir malam, dan satu jam itu tidak bisa diganti dengan beberapa jam tidur di siang hari.
Baca juga: Menelusuri Kemukjizatan Bahasa Al-Quran
Kembali menghayati nilai dan urgensi waktu, ternyata ini juga merupakan titik awal sebagai upaya menggerakkan jiwa juga mengobarkan semangat. Karena waktu itu tidak berkembang biak, tidak memanjang, tidak berhenti, tidak surut ke belakang, melainkan terus berjalan ke depan. Tidak ada kerugian yang lebih besar daripada kerugian waktu. Sebenarnya setiap aktivitas yang dijalani manusia harus dilandasi tujuan yang dilakukan dengan tata tertib menurut skala prioritas, sehingga secara otomatis akan terbentuk kehidupan yang terstruktur, punya tujuan yang jelas, tidak dikuasai oleh waktu luang, dan waktu pun tidak akan hilang sia-sia.
Sejauh ini kita mulai memahami bahwa dalam hidup, dituntut untuk terus berupaya melawan hawa nafsu yang menarik diri supaya lari dari kegiatan-kegiatan positif, berupaya untuk tidak menghabiskan waktu pada pekerjaan sia-sia yang membuang waktu, sehingga akan berpengarauh terhadap progres hidup dan dapat mengabaikan semua tujuan awal dan target yang telah direncanakan.
Berangkat paparan di atas, dapat diambil pelajaran bahwa memiliki tujuan hidup yang jelas merupakan sebuah keharusan bagi setiap insan. Sederhananya, tujuan hidup dapat membantu mengarahkan kehidupan kita hari ini, hari esok, sebulan ke depan, setahun berikutnya, bahkan beberapa tahun yang akan datang. Dengan tujuan hidup yang dimiliki, seseorang akan terus berproses untuk membangun identitas dirinya. Dengan kata lain, orang yang memiliki tujuan hidup adalah mereka yang memiliki identitas diri yang kuat dalam menjalani fase kehidupan.
Di era modern seperti sekarang ini, seseorang yang telah mengetahui tujuan hidupnya secara jelas dianggap telah memenuhi kriteria utama untuk menuju kebahagiaan hidup. Nyatanya tidak semua orang yang sudah mengenal tujuan hidupnya bisa mencapai kebahagiaan yang hakiki dengan mudah. Bahkan tak sedikit pula orang yang pada akhirnya menekan hidup mereka hanya karena terlalu ambisius dengan gol hidup yang dimilikinya.
Di sinilah kaidah umum dalam memanajemen diri harus di garis bawahi yaitu menunaikan hak-hak Allah dan meminta tolong kepada-Nya dalam semua persoalan hidup. Allah berfirman:
إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ
"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan." (QS. Al-Fatihah: 5)
Demikianlah, agar kiranya kita hidup dengan tujuan yang benar dan terarah. Meskipun orang-orang yang memiliki tujuan hidup belum tentu hidupnya akan tepat secara sempurna. Namun, setidaknya tujuan ini akan membuat hidup kita "semakin terbakar" dengan semangat.
Di akhir, kita perlu mengingat lagi bahwa "Tujuan hidup bukanlah suatu alat untuk membuat kita bahagia. Namun, tujuan hidup adalah suatu tolak ukur untuk kehidupan yang bermanfaat, terhormat, dan berbelas kasih. Tujuan hidup juga merupakan neraca perbedaan apakah kita hanya sekedar hidup atau telah menjalani kehidupan dengan sebaik mungkin."
*Penulis merupakan mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah wal Arabiyah lil-Banat, Jurusan Ushuluddin, Universitas Al-Azhar - Kairo.
Editor: Syafri Al Hafidzullah
Posting Komentar