Wadaan dan Tasyakuran Khatmil Qur’an Iringi Beut Dwi Mingguan Keputrian KMA Mesir
Sumber: Dok.KMA |
Sayyidah Atikah, menjadi tokoh shahabiyah pada pengajian sirah yang
dipaparkan langsung oleh Septia Ulfa Lestari selaku pemateri pada minggu
ini.
Dalam paparannya dijelaskan bahwa Sayyidah ‘Atikah binti Zaid bin Amru
bin Nufail adalah Bidadarinya para syuhada. Perempuan mulia juga istimewa. Perjalanan
hidupnya dicatat sejarah. Kisah cintanya pun sangat menginspirasi. Bagaimana
tidak? Ia menjadi satu diantara sedikit wanita yang dinikahi para syuhada
hingga pada masanya disematkan untuknya kalimat “Man arada syahadah falyatazawwaj
‘Atikah binti Zaid”, barangsiapa yang mau mati syahid maka nikahilah Atikah
binti Zaid.
Pemuda pertama kali yang menikahi beliau adalah Abdullah bin Abu Bakar.
Putra dari sahabat terdekat Rasulullah Saw, Abu Bakar Ash-shiddiq. Abdullah sempat
lalai karena kecintaannya kepada Atikah hingga Abu Bakar memerintahkannya untuk
menceraikan Atikah. Namun setelah itu Abdullah kembali sadar dan meminang Atikah
untuk kedua kalinya hingga kemudian beliau syahid di perang Thaif.
Tak jauh dari situ, tepatnya ketika masa ‘iddah Atikah selesai. Beliau
kembali dinikahi oleh Amirul mu’minin Umar bin Khattab. Seorang yang dulunya
pemuka Quraisy yang sangat disegani lalu mendapat hidayah hingga akhirnya juga menjadi
pemuka umat islam serta syahid terbunuh oleh Abu Lu’lu’ ketika shalat dan disaksikan
langsung oleh Atikah.
Atikah pun kembali harus menjanda. Namun, tak lama dari situ beliau kemudian
dilamar lagi oleh salah satu dari sahabat yang disetujui masuk surga, yakni
Zubair bin Awwam. Seperti sebelumnya Pernikahan itu juga berakhir pada saat sang
kesatria wafat syahid di lembah As-Siba dalam perang Jamal.
Kisahnya tidak berakhir sampai di situ. Pasalnya, ketika usia shahabiyah
tersebut masuk kepala lima, ia dinikahi lagi oleh cucu Rasulullah Saw, Husein
bin Ali bin Abi Thalib. Awalnya Atikah sempat menolak karena takut kejadian-kejadian
seperti sebelumnya akan terjadi lagi. Husein tertarik dengan kesalehahan
Atikah. Sayangnya, pada pernikahannya yang terakhir ini, Atikah harus kembali
ditinggal sendiri tatkala putra Ali bin Abi Thalib itu syahid pula di medan
perang.
“Wanita itu mulia, jangan sampai buta karena Cinta” begitu tutur pemateri menutup ulasannya.
Sumber: Dok. KMA |
Suasana sempat penuh haru, isak tangis ikut muncul ketika mendengar pesan
kesan juga perjuangan dari peserta khataman tentang pengorbanan dalam
memperjuangkan kalam-Nya. Subuh musim dingin ditembus, penyakit dilawan, kesabaran
dan keistiqamahan menjadi tantangan terbesar.
Sejenak kemudian, acara dilanjutkan lagi dan kembali haru dengan wadaan
oleh kak Ayu Hariati dan kak Mirna Risafani yang akan bertolak dalam waktu
dekat ke tanah air. Keduanya berperan sangat baik dalam keputrian. Baik dari segi ilmu, sandaran bahu, atau bahkan sekedar penghibur qalbu lantaran sikap
ceria yang mereka miliki dan hadirkan untuk putroe-putroe KMA.
Acara diakhiri dengan peusijuk dan suguhan Bue Leukat, pembagian cenderamata, doa, juga makan-makan bersama dengan menu olahan
terbaik mie ayam bakso dari tim kesejahteraan akhwat yang tentunya juga berperan
penting dalam acara ini.
“Perpisahan bukan berarti kita tidak akan bertemu lagi, namun perpisahan
hanyalah nasihat agar tetap akrab saat bertemu kembali. Perpisahan mengajarkan
kita untuk menghargai bahwa setiap detik kebersamaan adalah anugerah yang tidak
boleh disia-siakan. Begitupun kalimat ‘Selamat tinggal' hanya untuk mereka yang
mencintai dengan matanya, sedang bagi mereka yang mencintai dengan hati dan
jiwa, tidak ada yang namanya perpisahan” tutup Suci
Darmayanti selaku moderator.
Reporter: Deffa Cahyana Harits
Editor :Ali Akbar Alfata
Posting Komentar