Hukum Transplantasi Anggota Tubuh Menurut Sudut Pandang Islam
Oleh: Zulfahmi Saputra, Lc.*
|
Sumber foto: oomph.co.id |
Transplantasi adalah pemindahan sebagian atau seluruh jaringan atau organ dari satu individu pada individu itu sendiri atau pada individu lainnya baik yang sama maupun berbeda spesies. Dalam tulisan singkat ini yang kita maksud adalah transplantasi dari manusia ke manusia lainnya. Sehingga menimbulkan pengertian bahwa transplantasi adalah pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain atau dari satu tempat ke tempat yang lain di tubuh yang sama.
Transplantasi ini ditujukan untuk mengganti organ yang rusak atau tak berfungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari pendonor. Berikut terdapat empat jenis transplantasi:
Transplantasi Autograft
Yaitu pemindahan organ dari satu tempat ke tempat lain dalam tubuh itu sendiri, yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi.
Transplantasi Alogenik
Yaitu pemindahan organ dari satu tubuh ke tubuh lain yang sama spesiesnya, baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga.
Transplantasi Isograf
Yaitu pemindahan organ dari satu tubuh ke tubuh lain yang identik.
Transplantasi Xenograft
Yaitu pemindahan organ dari satu tubuh ke tubuh lain yang tidak sama spesiesnya.
Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau dari jenazah orang yang baru meninggal. Yang mana, meninggal itu sendiri didefinisikan sebagai kematian batang otak. Organ-organ yang dapat diambil dari donor hidup seperti: kulit, ginjal, sumsum tulang dan darah (transfusi darah). Organ-organ yang dapat diambil dari jenazah adalah jantung, hati, ginjal, kornea, pankreas, paru-paru dan sel otak.
Semua upaya dalam bidang transplantasi tubuh tentu memerlukan peninjauan dari sudut hukum dan etik kedokteran. Pencangkokan adalah pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik. Yang apabila diobati dengan prosedur medis biasa, harapan klien untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.
Sumber foto: islami.co |
Ada 3 tipe donor organ tubuh:
Donor dalam keadaan hidup sehat. Tipe ini memerlukan seleksi yang cermat dan pemeriksaan kesehatan yang lengkap, baik terhadap donor maupun resipien untuk menghindari kegagalan karena penolakan tubuh oleh resipien dan mencegah risiko bagi donor.
Donor dalam keadaan koma atau diduga akan segera meninggal. Tipe pengambilan organ donor ini memerlukan alat kontrol kehidupan misalnya alat bantu pernafasan khusus. Alat bantu akan dicabut setelah pengambilan organ itu selesai.
Donor dalam keadaan mati. Tipe ini merupakan tipe yang ideal, sebab secara medis tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal secara medis dan yuridis.
Tipe Donor 1
Donor dalam keadaan sehat. Yang dimaksud disini adalah donor anggota tubuh bagi siapa saja yang memerlukan pada saat si pendonor masih hidup. Donor semacam ini hukumnya boleh. Karena Allah Swt. memberikan pengampunan terhadap qishash maupun diyat.
فَمَنۡ عُفِىَ لَهٗ مِنۡ اَخِيۡهِ شَىۡءٌ فَاتِّبَاعٌۢ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَاَدَآءٌ اِلَيۡهِ بِاِحۡسَانٍؕ ذٰلِكَ تَخۡفِيۡفٌ مِّنۡ رَّبِّكُمۡ وَرَحۡمَةٌ ؕ فَمَنِ اعۡتَدٰى بَعۡدَ ذٰلِكَ فَلَهٗ عَذَابٌ اَلِيۡمٌۚ
Allah Swt. Berfirman: “Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dansuatu rahmat. (Q.S. al-Baqarah [2]: 178)
Namun, donor seperti ini dibolehkan dengan syarat. Yaitu, donor tersebut tidak mengakibatkan kematian bagi si pendonor. Misalnya, dia mendonorkan jantung, limpa atau paru-parunya. Hal ini akan mengakibatkan kematian pada diri si pendonor. Padahal manusia tidak boleh membunuh dirinya, atau membiarkan orang lain membunuh dirinya; meski dengan kerelaannya.
وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ
Allah Swt. berfirman: "Dan janganlah kamu membunuh dirimu." (Q.S. An-Nisa [4]: 29)
وَلَا تَقۡتُلُوا النَّفۡسَ الَّتِىۡ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالۡحَـقِّ
Selanjutnya Allah Swt berfirman: "Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar." (Q.S. Al-An’am [6]: 151)
Sebagaimana tidak bolehnya manusia mendonorkan anggota tubuhnya yang dapat mengakibatkan terjadinya pencampur-adukan nasab atau keturunan. Misalnya, donor testis bagi pria atau donor indung telur bagi perempuan. Sungguh Islam telah melarang untuk menisbahkan dirinya pada selain bapak maupun ibunya.
اِنۡ اُمَّهٰتُهُمۡ اِلَّا الّٰٓـىِٔۡ وَلَدۡنَهُمۡؕ
Allah Swt berfirman: "Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan
mereka." (Q.S. Al-Mujadilah [58]: 2)
Selanjutnya Rasulullah Saw. bersabda: “Barang siapa yang menasabkan dirinya pada selain bapaknya, atau mengurus sesuatu yang bukan urusannya maka atas orang tersebut adalah laknat Allah, malaikat dan seluruh manusia.”
Sebagaimana sabda Nabi Saw: “Barang siapa yang dipanggil dengan (nama) selain bapaknya maka surga haram atasnya.”
Begitu pula dinyatakan oleh beliau Saw.: “Wanita manapun yang telah mamasukkan nasabnya pada suatu kaum padahal bukan bagian dari kaum tersebut maka dia terputus dari Allah, dia tidak akan masuk surga; dan laki-laki manapun yang menolak anaknya padahal dia mengetahui (bahwa anak tersebut anaknya) maka Allah menghijab Diri-Nya dari laki-laki tersebut, dan Allah akan menelanjangi (aibnya) di hadapan orang-orang yang terdahulu maupun yang kemudian.”
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud Ra, dia berkata: “Kami dulu pernah berperang bersama Rasulullah sementara pada kami tidak ada istri–istri. Kami berkata: ”Wahai Rasulullah, bolehkah kami melakukan pengebirian?” Maka beliau melarang kami untuk melakukannya.”
Adapun donor kedua testis maupun kedua indung telur, hal tersebut akan mengakibatkan kemandulan; tentu hal ini bertentangan dengan perintah Islam untuk memelihara keturunan.
Tipe donor 2
Hukum Islam pun tidak membolehkan karena salah satu hadis mengatakan bahwa "Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri orang lain.” (HR. Ibnu Majah)
Yakni penjelasannya bahwa kita tidak boleh membahayakan orang lain untuk keuntungan diri sendiri. Perbuatan tersebut diharamkan dengan alasan apapun sekalipun untuk tujuan yang mulia.
Tipe Donor 3
Menurut hukum Islam ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan. Yang membolehkan menggantungkan pada syarat sebagai berikut:
*Resipien (penerima organ) berada dalam keadaan darurat yang mengancam dirinya setelah menempuh berbagai upaya pengobatan yang lama.
*Pencangkokan tidak akan menimbulkan akibat atau komplikasi yang lebih gawat.
*Telah disetujui oleh wali atau keluarga korban dengan niat untuk menolong bukan untuk memperjual-belikan.
Yang tidak membolehkan alasannya: Seseorang yang sudah mati tidak dibolehkan menyumbangkan organ tubuhnya atau mewasiatkan untuk menyumbangkannya. Karena seorang dokter tidak berhak memanfaatkan salah satu organ tubuh seseorang yang telah meninggal dunia untuk ditransplantasikan kepada orang yang membutuhkan.
Adapun hukum kehormatan mayat dan penganiayaan terhadapnya, maka Allah Swt. telah menetapkan bahwa mayat mempunyai kehormatan yang wajib dipelihara sebagaimana orang hidup. Dan Allah telah mengharamkan pelanggaran terhadap pelanggaran kehormatan mayat sebagaimana pelanggaran kehormatan orang hidup.
Diriwayatkan dari Aisyah Ummul Mukminin Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Memecahkan tulang mayat itu sama saja dengan memecahkan tulang orang hidup.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban)
Tindakan mencungkil mata mayat atau membedah perutnya untuk diambil jantungnya atau ginjalnya atau hatinya untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkan dapat dianggap sebagai mencincang mayat. Padahal Islam telah melarang perbuatan ini. Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Abdullah bin Zaid Al-Anshari Ra. dia berkata: “Rasulullah Saw. telah melarang (mengambil) harta hasil rampasan dan mencincang (mayat musuh).” (H.R.Bukhari)
Sumber foto: bimbinganislam.com |
Aspek hukum transplantasi
Dari segi hukum, transplantasi organ dan jaringan sel tubuh dipandang sebagai suatu usaha mulia dalam upaya menyehatkan dan menyejahterakan manusia. Walaupun ini suatu perbuatan yang melawan hukum pidana yaitu tindak pidana penganiayaan.
Tetapi karena adanya pengecualian maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana dan dapat dibenarkan. Transplantasi dengan pendonor hidup menimbulkan dilema etik, dimana transplantasi pada satu sisi dapat membahayakan pendonor namun di sisi lain dapat menyelamatkan hidup pasien (resipien). Di beberapa negara yang telah memiliki Undang-undang Transplantasi, terdapat pembahasan dalam pelaksanaan transplantasi.
Misalnya adanya larangan untuk transplantasi embrio, testis, dan ovarium baik untuk tujuan pengobatan maupun tujuan eksperimental. Namun ada pula negara yang mengizinkan dilakukannya transplantasi organ-organ tersebut di atas untuk kepentingan penelitian saja.
Kesimpulan:
Transplantasi organ tubuh yang dilakukan adalah ketika pendonor hidup sehat diperbolehkan asal organ yang disumbangkan tidak menyebabkan kematian kepada si pendonor.
Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor sakit (koma), hukumnya haram. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor telah meninggal, ada yang berpendapat boleh dan ada yang berpendapat haram.
Tidak dibolehkan dalam agama untuk transplantasi anggota tubuh yang berfungsi sebagai reproduksi, seperti testis dan indung telur. Karena selain dapat menyebabkan kemandulan
juga dapat menyebabkan bercampur aduknya nasab manusia. Islam sangat memperhatikan hal tersebut, termasuk dalam dharuriyyat khamsah yaitu hifzun nasl.
*Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Ushul Fiqh, Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.
*Tulisan ini sudah dipost di Buletin el Asyi Edisi 138, dengan tema "Ayat-Ayat Sains".
Posting Komentar