Satu Langkah Lebih Dekat dengan Talaqqi di Al-Azhar
Oleh: Muji Yusnandar*
Image by Twitter |
Tentu sudah tidak asing lagi di telinga kita para masisir kata-kata berobjekkan talaqqi. kegiatan ini merupakan metode penyampaian ilmu dengan sistem face to face yang mana seorang syaikh atau guru menyampaikan ilmu melalu lisan(musyafahah) secara langsung kepada murid-muridnya dengan metode halaqah, yaitu seorang guru duduk di tengah-tengah murid-murid nya; lazimnya nyaa diatas kursi, kemudian para murid tersebut duduk berdekatan mengelilinginya, lalu guru tersebut membacakan materi yang akan dibahas kemudian murid-murid tersebut mendengar penjelasan yang dipaparkan oleh guru tersebut sambil mencatat hal-hal yang penting dari maklumat yang telah disampaikan oleh sang guru.
Metode pembelajaran melalui halaqah ini telah diterapkan oleh nabi Muhammad saw sejak awal-awal kedatangan islam, kemudian hal tersebut diterapkan juga oleh para sahabat, tabiin, salaf al-shalih, kemudian berlanjut nan berkepanjangan hingga sampai saat ini tak terkecuali dengan ruwaq-ruwaq Al-Azhar
Sebagai mana kita ketahui bahwa masjid Al-Azhar memilih banyak ruwaq-ruwaq untuk pembelajaran keilmuan dengan menggunakan sistem talaqqi dengan metode halaqah, diantaranya yang masyhur kita ketahui, yaitu ruwaq ustmaniyyah, ruwaq fathimiyyah, ruwaq magharibah, ruwaq al-atrak, dan ruwaq Abbasiyah. Ruwaq-ruwaq inilah yang banyak melahirkan ulama-ulama yang intelek dan para cendikiawan muslim bertaraf internasional yang menyebar di berbagai belahan bumi, membawa ajaran islam yang lurus serta pola fikir yang moderat, hingga dapat diterima oleh masyarakat di belahan bumi mana pun mereka berpijak.
Setiap hari masjid Al-Azhar tidak pernah sepi oleh majelis-majelis serta halaqah ilmiah. hal ini menjadi magnet dengan daya ketertarikan tersendiri yang dapat memikat hati para pelajar Indonesia, maupun para pelajar yang berasal dari negara lain yang tidak dapat diperhitungkan lagi jumlah nya. Hingga saat ini, ruwaq-ruwaq masjid Al-Azhar masih eksis berkontribusi menyebarkan ilmu berbasis ahlussunah wal jamaah serta disiplin ilmu lainnya yang tidak hengkang dari dari batasan garis akidah ahlussunah wa al-jamaah.
Al-Azhar sendiri memiliki tiga manhaj (kurikulum), yang mana seorang pelajar yang belajar di Al-Azhar tidak dapat dikatakan seorang yang Azhari jika tidak menganut tiga manhaj tersebut, sebagai mana yang dituturkan oleh grand syaikh al Azhar syaikh Ahmad thayyib, sebelum beliau diangkat menjadi grand Syaikh.
Pertama, hendaklah seorang Azhari itu berakidah ahlu sunah wal jamaah, yaitu berkeyakinan(beriktikad) dengan manhaj Imam al-Asy'ary dan Abi Mansur al-Maturidi.
Kedua,seorang itu baru dapat dikatakan Azhari jika dia bermadzhab dengan empat mazhab Ahlu Sunnah dan mengamalkan salah satunya.
Dan ketiga, hendaklah seorang Azhari itu bertasawuf kepada jalannya Imam Junaid dan Imam al-Ghazali.jadi seorang yang belajar di Azhar baru layak dikatakan seorang yang Azhari jika dia beri'tikat dengan tiga manhaj tersebut.
Sistem pembelajaran talaqqi di masjid Al-Azhar diterapkan sejak pertama kali masjid itu didirikan oleh seorang panglima dinasti Fatimiyah Jauhar Al-Siqli dimulai sejak tahun 970 M dan selesai dua tahun kemudian yaitu tepatnya pada tahun 972 M. Setelah itu Khalifah Fathimiyyah yang ke empat yaitu Khalifah Muiz lidinillah meresmikan masjid Al-Azhar yang diawali oleh Syaikh Ibnu Nu'man mengajarkan kitab al-Iqtishar fil Fiqhisy Syi'i al Isma'ili, dengan sistem talaqqi dan menggunakan metode halaqah.
Adapun jejak pelajar nusantara sendiri baru diukir sejak munculnya Ruwaq Jawi, yang dibangun pada akhir pemerintahan Mamalik. Ruwaq inilah yang menampung para pelajar melayu dari Indonesia, Malaysia, Thailand dan Brunei,dan hingga saat ini sistem pembelajaran talaqqi dengan metode halaqah tetap menjadi perimadona masyaikh Al-Azhar dalam menyampaikan materi nyaa di pelbagai ruwaq di bundaran masjid Al-Azhar dan terbukti bahwa metode ini adalah metode yang paling kondusif hingga tidak pernah lekang dan masih digunakan hingga saat ini.dan tidak berlebihan jikalau seandainya saya mengatakan,
“jika ka'bah adalah kiblat ibadah maka Al-Azhar adalah kiblat ilmu," berawalkan dari sebuah masjid legendaris menjelma menjadi pusat instansi pembelajaran islam terbesar di era modern dengan tetap mempertahankan sistem pembelajaran klasiknya.
*Penulis adalah Mahasiswa Persiapan Bahasa Dar Al-Lughah, Universitas Al-Azhar Mesir.
Posting Komentar