Syiah, Kafirkah?
Muhammad Kadapi Murdani |
Oleh: Muhammad Kadapi Murdani
*pemenang juara II el Asyi Award cabang Opini pada peringatan HUT 25 el Asyi
Kedatangan bersejarah Grand Syekh Al-Azhar, Syekh Ahmad Tayyib ke negeri tercinta tak dapat kita pungkiri meninggalkan bekas yang mendalam bagi masyarakat Indonesia. Kedatangan beliau ke nusantara merupakan sebuah bukti betapa kuatnya hubungan masyarakat Indonesia dengan Mesir pada umumnya dan Al-Azhar pada khususnya.
Hubungan Indonesia dengan Mesir, sebenarnya sudah terjalin dengan sangat lama. Agaknya kita perlu kembali membuka lembaran sejarah hubungan antara Indonesia dengan Mesir di masa-masa negeri ini berjuang mati-matian dalam merebut kemerdekan. Adalah Mesir dan terkhususnya Al-Azhar yang pertama sekali mengakui dan mendukung kemerdekaan Indonesia sampai negeri kita merdeka.
Sebagaimana yang kita ketahui beberapa waktu yang lalu, kedatangan Grand Syekh ke Indonesia menimbulkan beberapan opini dan perspektif masyarakat dengan pernyataan Grand Syekh tentang Syiah. Dalam sebuah kesempatan Grand Syekh berkata bahwa, “Syiah dan Sunni bersaudara.”
Pendapat ini menuai multitafsir bagi beberapa kelompok yang sengaja mengambil kepentingan kelompok mereka. Ada yang menafsirkan perkataan beliau, “Syiah dan Sunni bersaudara,” dan beranggapan bahwa Grand Syekh mendukung perkembangbiakan aliran Syiah di Indonesia sehingga menghujat dan menolak kedatangan Grand Syekh dengan tanpa dasar karena fanatisme kelompok semata.
Ada juga sebagian kelompok yang seperti mendapatkan angin segar dan menjadikan perkataan Grand Syekh sebagai landasan seolah-olah aliran mereka telah mendapat “restu” dari Grand syekh di dalam pengembangannya di nusantara, padahal mereka hanya mengambil penggalan-penggalan dari perkataan beliau.
Timbulnya perspektif-perspektif di atas disebabkan karena sebagian kelompok tersebut mengambil penggalan-penggalan perkataan Grand Syekh saja tanpa membaca dan mendengarkan perkataan beliau dengan secara keseluruhan sehingga menuduh tanpa dasar kalau kedatangan Grand Syekh ke Indonesia merupakan proyek Syiah.
Sebelum kita melangkah ke jenjang selanjutnya, alangkah baiknya kita mengenal apa itu Syiah terlebih dahulu. Asal mula terbentuknya Syiah, kemudian aliran-aliran yang ada di dalam Syiah itu sendiri, serta pokok perbedaan mereka dengan Ahlu sunnah wal jamaah.
Terbentuknya Aliran Syiah
Awal terbentuknya aliran-aliran di dalam Islam itu terjadi pada abad awal-awal perkembangan Islam tepatnya saat wafatnya sayyidina Usman bin Affan Ra. pada tahun 35 H, serta diperparah saat terjadinya peristiwa tahkim tatkala perebutan kekuasaan antara sayyidina Ali karamallahu wajhah dengan Muawiyah bin Abi Sufyan di perang Shiffin pada tahun 37 H.
Setelah peristiwa tahkim itu terjadi, dengan diangkatnya sahabat Muawiyah bin Abi Sufyan sebagai khalifah, maka terpecahlah umat Islam menjadi beberapa aliran dan kelompok, seperti Aliran Khawarij yang menolak hasil dari peristiwa tahkim itu sendiri dan mengkafirkan para sahabat serta orang-orang yang ikut di dalam peristiwa tahkim itu.
Dan ada juga kelompok lain yang bernama Murjiah yang juga menolak hasil dari tahkim itu serta mengkafirkan semua orang yang ikut di dalam peristiwa tahkim tersebut termasuk sayyidina Ali, Muawiyah bin Abi Sufyan dan para sahabat yang hadir pada peristiwa tersebut.
Syiah, juga tebentuk setelah peristiwa tahkim itu sendiri. Mereka menolak hasil dari peristiwa tahkim itu, dan berpandangan bahwasanya yang berhak menjadi khalifah setelah wafatnya nabi Muhammad SAW tiada lain dan tiada bukan adalah sayyidina Ali Karamallahu Wajhah.
Sekarang kita mengesampinkan pembahasan dari dua kelompok di atas terlebih dahulu, karena pokok pembahasan kita pada kali ini terfokus kepada Syiah semata.
Arti dan Makna Syiah
Istilah nama Syiah sendiri berasal dari bahasa arab. Syiah menurut Etimologi bahasa Arab bermakna pembela dan pengikut seseorang, atau bermakna kolompok yang berkumpul atas suatu perkara.
Sedangkan dari makna terminologi Syariat, maka Syiah bermakna: kelompok yang menyatakan bahwasanya Ali lah yang berhak menjadi Khalifah setelah Nabi Muhammad Saw. dan menganggap bahwasanya para Khulafa Rasyidin sebelum Ali telah merebut hak kekhalifah tersebut darinya.
Para pengikut Syiah menganggap bahwasanya sayyidina Ali lebih berhak mendapatkan jabatan Khalifah dibandingkan dengan para sahabat Khulafa Rasyidin lainya seperti Abu Bakar Shiddiq Ra., Umar Bin Khattab Ra., dan Usman Bin Affan Ra. Pendapat mereka ini dilandaskan pada beberapa faktor yang dimiliki oleh sayyidian Ali seperti Ilmunya, kemuliaannya serta kedudukannya sebagai menantu Rasulullah Saw.
Hal ini berdasarkan pendapat mereka bahwasanya sudah sepatutnya Rasulullah memilih Ali karamallah Wajhah sebagai penggantinya sebagai pemegang pucuk pemerintahan Islam dan mengesampingkan maslahah umat, dan menolak musyawarah serta ijtihad para sahabat di dalam memilih Khalifah serta memonopoli kekuasan kepada para keturunan Rasulullah Saw. Mereka juga tidak mengakui kepemimpinan selain kepemimpinan dari garis keturunan Rasulullah Saw
Maka dari itu lahirlah konsep “aushiya” atau “pengwasiatan” Rasulullah Saw akan kekhalifahan di tangan Sayyidina Ali Karamallahu Wajhah. Mereka juga mengatakan bahwasanya Abu Bakar As-Shiddiq Ra., Umar Bin Khattab Ra., dan Usman Bin Affan Ra. telah merebut kekhalfahan dari tangan Sayyidina Ali Karamallah Wajhah.
Ini adalah perbedaan pokok dari pemikiran Syiah jika dibandingkan dengan pemikiran Ahlu Sunnah wal jamaah. Lalu, apakah dengan keyakinan mereka seperti yang diatas lantas kita sebut semua Syiah adalah Kafir? dan telah keluar dari Islam?
Ayolah... Kita harus lebih selektif lagi sebelum menghukumi seseorang itu Kafir atau tidak. Menurut penulis, masih ada lagi benang merah yang harus kita ketahui dan kita uraikan sebelum menghukumi hal ini.
Karena Syiah sendiri terbagi menjadi beberapa kelompok besar, dalam hal ini penulis membagi kelompok mereka menjadi 2 kelompok besar, yaitu Syiah dan Syiah Ghulat. Terus apa perbedaan dari Syiah dengan Syiah Ghulat itu sendiri?
Syiah Zaidiyah dan Imamiyah
Syiah yang pertama adalah Syiah sebagaimana yang penulis sebutkan tadi di atas, mereka adalah kelompok yang menyatakan bahwasanya Ali lah orang yang paling berhak atas jabatan kekhalifahan setelah wafatnya Rasulullah Saw. Walaupun di kemudian hari, kelompok Syiah ini terpecah kembali menjadi 2 pecahan besar, yaitu: Syiah Zaidiyah dan Syiah Imamiyah.
Adapun Syiah Zaidiyah merupakan Syiah yang paling dekat dengan Ahlu sunnah, karena mereka tidak mengkafirkan para sahabat dan masih mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Usman. Sedangkan Syiah Imamiyah sebaliknya, mereka tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Usman.
Adapun perbedaan di antara Zaidiyah dan Imamiyah adalah perbedaaan di dalam memahami nash-nash yang menyatakan penunjukkan Ali sebagai Khalifah setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw. Zaidiyah meyakini bahwa penunjukkan itu tidak secara jelas, melainkan secara sifat saja, sehingga Zaidiyah masih mengakui kekhalifahan Khulafa Rasyidin yang 3 tadi. Sedangkan Syiah Imamiyah meyakini nash-nash tersebut berupa penunjukkan Ali secara tegas sebagai pengganti beliau dan tidak mengakui khalifah yang 3.
Dengan melihat perbedaan yang tersebut, maka penulis tiada melihat adanya 'illah yang memyebabkan dua golongan Syiah di atas sebagai Kafir. Tapi satu hal yang perlu dicatat: bahwasanya Syiah Imamiyah merupakan kelompok yang sesat dan menyesatkan, walaupun mereka tidak masuk ke dalam ranah Kafir karena masih mengakui Allah dan Rasul-Nya.
Syiah Ghulat
Syiah Ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang memilki sikap berlebih-lebihan atau ekstrem. Bahkan ada di antara mereka memposisikan Ali pada derajat ketuhanan dan ada yang menganggapnya pada derajat kenabian, bahkan lebih tinggi dari Nabi Muhammad.
Gelar Ghuluw (ekstrem) ini diberikan kepada mereka karena mereka memiliki pendapat-pendapat yang janggal. Seperti menganggap Ali pada derajat Tuhan atau mengangkat beberapa orang sebagai Rasul setelah Nabi Muhammad Saw. dan keyakinan lain yang sangat gharib, di antaranya: mempercayai adanya tanasukh arwah, tasbih , hulul dan ibahah.
Kelompok-kelompok yang terkenal di dalam Syiah Ghulat ini adalah Sabaiyah, Albaiya, Mughriyah, Mansuriyah, Khattabiyah, Kayaliyah, Hisamiyah, Nu’aniyah, Yunusiyah dan Nasyisiyah wa Ishaqiyah.
Sekte-sekte ini awalnya hanyalah satu, yaitu paham yang dibawa oleh Abdullah bin Saba’ yang mengajarkan bahwa Ali adalah Tuhan. Kemudian terjadilah perbedaan prinsip dan ajaran, maka Syiah Ghulat pun terpecah menjadi beberapa sekte. Meskipun demikian mereka semua masih menyepakati paham Hulul dan Tanasukh yang dipengaruhi oleh sistem agama Babilonia kuno seperti Zoroaster, Yahudi, Manikam dan Mazdakisme.
Kelompok Syiah Ghulat ini telah melenceng sangat jauh dari ajaran agama, karena telah merusak hal- hal Usuli; seperti menganggap Ali berada satu derajat dengan Rasul bahkan Tuhan, serta mengakui adanya nabi setelah Nabi Muhammad. Naudzubillah.
Kelompok Syiah Ghulat ini sudah tidak diragukan lagi bahwasanya mereka telah Kafir, karena melanggar pokok- pokok agama.
Sedangkan kelompok Syiah yang dimaksud oleh Grand Syekh tatkala datang ke Indonesia adalah Syiah Zaidiyah dan Imamiyah. Mereka tidak Kafir. Sebagian mereka sesat dan menyesatkan.
Jangan terlalu cepat untuk menghakimi, sebelum tahu betul atas kebenarannya. Jadi, bedakan antara sesat dan Kafir!
Lalu, apakah salah ketika Grand Syekh berkata “Sunni dan Syiah itu bersaudara” ?
Pembaca bisa menilai sendiri!!!
Posting Komentar