El Asyi dan Tokoh Inspiratif
Foto Doc. KMA |
Oleh
Teuku Azhar Ibrahim
El
Asyi merupakan batu lonjatan sangat penting dalam kehidupan pribadi yang
mencitai dunia menulis. Dari el Asyi telah terbit novel Burung Rantau Pulang
ke
Sarang, yang saat ini sedang dalam proses cetak
ulang oleh penerbit Al-Kautsar Jakarta. Dari el Asyi timbul semangat untuk mendirikan media online DNA media-online.
com, sedang dalam proses establish untuk
melawan media sekuler dengan rencana matangnya untuk menghancurkan pola pikir
masyarakat, terutama generasi muda. Saya yakini pula banyak para alumnus el
Asyi telah berkiprah dalam dunia media baik sebagai penulis buku, opini dan
lain-lain.
Teuku Azhar Ibrahim, Foto Via FB |
Edisi
pertama terbit dengan kru Teungku Marhama
Shaleh, Iqbal Nyak Uma, Mutiara Fahmi, karena jumlah penulis minim maka
terpaksalah Pemred memiliki nama samaran
bermacam rupa; Teungku Keutapang,
Teungku Pantenek dan lain-lain. Lebih kurang dua tahun saya menjadi
Pemred el
Asyi dan mengeluarkan 20 edisi.
Dengan komputer masih ber-monitor tabung, suara kipas dalam CPU bersaing dengan bunyi kipas angin dinding pada musim panas. Bekerja sampai tengah malam mengejar deadline. Kantor redaksi pertama di HayTsamin skretariat KMA. Kemudian kantor berpindah-pindah tergantung dimana komputer bisa dipakai.
Dengan komputer masih ber-monitor tabung, suara kipas dalam CPU bersaing dengan bunyi kipas angin dinding pada musim panas. Bekerja sampai tengah malam mengejar deadline. Kantor redaksi pertama di HayTsamin skretariat KMA. Kemudian kantor berpindah-pindah tergantung dimana komputer bisa dipakai.
Ada
beberapa profil penting di balik el Asyi walau mereka tak tercatat namanya
dalam tim redaksi, dan mereka itu tokoh inspiratif bagi el Asyi. Semua mereka
berada dalam ring pertama, satu sama lain saling melengkapi. Tersebutlah
Teungku Hamid Usman, beliau adalah tokoh idealis pada saat itu untuk melahirkan
el
Asyi. Karena ada dua kubu berfikir dalam
merespon kegiatan ekstrakurikuler. Kubu pertama punya pemahaman; di Mesir hanya
untuk belajar saja, tidak perlu kegiatan lain selain keluar pagi balik sore
dari bangku kuliah ke perpustakaan, selebih itu tidak dianjurkan. Kubu kedua; disamping
kuliah-perpustakaan perlu juga kegiatan melatih diri dalam berorganisasi dan
menjalankan kegiatan atau program thalabah.
Teungku
Hamid Usman salah satu dari figur kubu kedua, dan menjadi referensi bagi kami
pengurus el Asyi dalam menjalankan tugas, juga meminta nasehat bila berhadapan
kesulitan, beliau merupakan bara semangat yang tidak pernah padam. Semangatnya
mengebu-gebu membuat kami tidak pernah merasa segan dalam melangkah hingga el Asyi diterima sebagai sebuah keharusan
dalam KMA. Dari hari kehari menjadi sesuatu yang bergengsi.
Profil
lain tak kalah penting adalah Teungku Fachrul Ghazi, beliau tidak banyak
bicara, tak pula gemar konfrontasi, lebih memilih diam dari bertengkar. Namun
peran beliau di balik layar el Asyi amatlah pentingnya. Berkaitan dengan proses pernerbitan, saya punya slogan, “Apapun masalahnya balik ke Bang Fachrul,” panggil akrab saya untuk beliau. Suatu ketika saya mengalami kesulitan bertubi
menjelang penerbitan. Saya telepon beliau, saya kisahkan satu persatu-satu
masalah yang kami hadapi sebagai tim redaksi.
Karena banyaknya masalah saya urai satu persatu menggunakan kata “terus”
dalam percakapan yang serius itu. Beliau balas, “Dari tadi terus melulu, apa nggal belok-belok?”Saya terkesima dengan candaan yang pada
akhirnya membuat pikiran saya tenang dan bisa berfikir selesa.
Rumah
Teungku Fachrul dan komputer beliau sempat kami jadiakan kantor redaksi, kami
bekerja sampai tengah malam, malah kadang-kadang hingga pagi. Beliau bekerja
sebagai staff Kedutaan, mestinya malam perlu tidur nyenyak, tidak digangu
dengan suara kami, juga suara sendok
menabrak dinding gelas tengah malam, kulkas beliau sering juga kami jarah. Semua peristiwa itu terekam baik dalam
ingatan.
Segala
sesuatu yang kesan di permukaan sederhana tapi di balik semua itu punya sejarah
panjang, dan orang-orang ikhlas berperan penting untuk membuat sesuatu tetap
ada dan berjalan lancar. Seperti kita menyebut kata “panen” kesannya simpel
saja, tapi proses untuk sampai kepada
panen telah menghabiskan banyak tenaga.
Nama-nama
lain juga berada di balik el Asyi seperti Teungku Masykur Abdullah, Lukmanul Hakim dan
lain-lain. Satu yang tidak bisa dilewatkan adalah Teungku Iqbal Hanafiah. Saat
itu beliau terhitung sebagai salah satu konglemerat “versi KMA” beliau punya
sifat dermawan.
Pada edisi-edisi pertama terbit el Asyi, kami kesulitan printer yang saat itu masih terhitung barang mewah. Teungku Iqbal sengaja membeli sebuah printer portable untuk mencetak el Asyi. Printer itu kecil rusaknya pun cepat. Tapi itu tidak ada masalah demi kelanjutan el Asyi. Katan beliau, “Hana jeut keu hai, ente na raseuki ta bloe laen.” Kemudian beliau pindah ke India sehingga‘tabloe laen’ tidak sempat terjadi. Demikian besar peran invisible di balik lembaran el Asyi.
Pada edisi-edisi pertama terbit el Asyi, kami kesulitan printer yang saat itu masih terhitung barang mewah. Teungku Iqbal sengaja membeli sebuah printer portable untuk mencetak el Asyi. Printer itu kecil rusaknya pun cepat. Tapi itu tidak ada masalah demi kelanjutan el Asyi. Katan beliau, “Hana jeut keu hai, ente na raseuki ta bloe laen.” Kemudian beliau pindah ke India sehingga‘tabloe laen’ tidak sempat terjadi. Demikian besar peran invisible di balik lembaran el Asyi.
Semoga
el
Asyi tetap bertahan dan terus berbenah menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman.
Selamat Ultah ke 25. Sukses selalu, melahirkan lagi lebih banyk tokoh
inspiratif di balik halaman el Asyi.
Salam
kompak dari Banda Aceh
*Tulisan ini telah dimuat pada Buletin el Asyi edisi khusus Seperempat Abad
Posting Komentar