Wasiat Terakhir
Google Image |
Oleh: Husni Nazir Lc.,
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Al-Azhar, Mesir.
“Semua kita sedang mengantri di depan pintu kematian. Hanya saja kita tidak pernah tau di mana posisi kita sekarang. Di belakangkah, tengah, atau justru paling depan.”
Di salah satu sudut kota Damaskus, hiduplah seorang pemuda sederhana bersama kedua orang tuanya. Setiap pagi, dengan menggunakan sepeda, ia menantang mentari membelah jalanan kota menuju ke tempat kerja.
Tidak seperti pemuda lainnya. Selain bekerja, sisa waktu ia habiskan menghadiri pengajian di mesjid-mesjid. Di waktu kosong, ia selalu sibuk beribadah, komat-kamit dengan zikir dan Al-Quran.
Sampai suatu hari, dalam perjalanan pulangnya sebuah kendaraan yang melaju cepat lepas kendali. Naas, tanpa bisa mengelak kendaraan tersebut tepat mengarah ke arahnya.
Si pemuda jatuh. Nafasnya berhenti dalam hitungan menit. Innalillahi wa inna ilaihi raji'un.
Tak lama kemudian. Jasad tanpa ruh dan bangkai sepeda itu sudah penuh kerumunan masa. Satu persatu katong baju dan celananya diperiksa. Mereka mencoba mencari informasi siapa dan dari mana pemuda ini.
Entah apa saja yang mereka temukan. Yang penting ada secarik kertas yang terlipat rapi di sana. Mereka mencoba membaca kertas tersebut, dengan harapan ada info tentang si pemuda.
Namun percuma. Itu bukan kertas alamat. Ternyata Itu adalah kertas wasiat yang telah ia siapkan, jika saja tiba-tiba maut menjemputnya. (Ah, bukankah ia hanya seorang pemuda sederhana.)
Wasiat tersebut bukan tentang harta, tapi pesan terakhir kepada orang tuanya.
Disana tertulis, "Wahai ayah dan ibuku. Terima kasih dari anakmu, engkau telah membesarkan dan mengajarkan aku Islam. Terima kasih atas benih cinta kepada Allah dan Rasul-Nya yang engkau tanamkan dalam hatiku.
Sebagai ganti, aku berwasiat kepadamu, jika suatu saat maut menjemputku, tetaplah engkau berdua dalam taat dan patuh pada syariat Allah. Semoga kita akan bertemu lagi di Syurga-Nya nanti."*
*Dikisahkan oleh Syeikh Ramadhan Al Buthi dalam Pengajian kitabnya Min Sunanillah fi Al-Kaun.
Posting Komentar