Membantai Ideologi Ke-Aceh-an
Oleh: Muhibussabri Hamid*
Dalam sebuah temu ramah setelah penjemputan mahasiswa
baru (maba) ketika sesi perkenalan seorang maba mengatakan “saya ingin masuk
KMA, biar garang aja”. Sontak kalimat tersebut membuat KMA riuh dengan tawa dan
tepuk tangan. Dalam kesempatan yang lain, kita juga dihadapkan dengan situasi
“menghajar broker nakal” yang hampir saja menculik mereka.
Bahasa lembutnya adalah kita masih menghargai idealism
keacehan kita, sehingga dalam berbagai kesempatan kita juga harus berhadapan
dengan rangkaian keadaan manifestasi pergolakan terhadap nilai keacehan kita.
Dalam kata lain, kita memang harus all out menjadi Aceh atau tidak sama
sekali.
Kedatangan maba tahun ini lebih signifikan jika
dibandingkan dengan dua tahun belakangan ini. Ditambah dengan kehadiran
mahasiswa S2 dan akan menyusul beberapa yang S3 tentu akan membuat kita semakin
bahagia. Dengan kehadiran mereka ditegah-tengah kita tentu akan membuat
warna-warni baru bagi KMA, mengharumkan wajah Aceh dan menjadi pilar-pilar
supaya tegaknya ideologi keluarga yang selama ini terus kita pupuk.
Disadari atau tidak moment kedatangan mahasiswa baru juga
menandakan adanya keberadaan sebuah kekeluargaan dan kabar baik bagi keberlangsungan
mereka di ranah masisir. Ketika sebuah kekeluargaan regenerasinya tersedak, mereka
akan dihantui rasa takut akan kehilangan entitas sebagai salah satu karakter ideologi
kedaerahan. Pun kita Provinsi Aceh memilik kemajemukan ideologi kesukuan.
Ideologi dan harga persatuan kita
Kita dihadapkan dengan fakta unik, tahun ini maba daerah
perbatasan juga mendominasi. Dalam arti lain, Islam dan ghirah
masyarakat Aceh yang dekat dengan perbatasan semakin menggembirakan. Geliat
masyarakat untuk menjaga keislaman mereka patut diacungi jempol. Ditambah
dengan perwakilan maba untuk kuliyah di Universitas Al-Azhar, tentu ini akan
menjadi sebuah jaminan masa depan syariat di perbatasan kepingan tanah rencong.
Tentu hal ini sangat membahagiakan.
Pesona ideologi masyarakat Aceh di Mesir tidak dipandang
sebelah mata. Nilai budaya yang kita punya dan tawarkan tidak pernah beradu
dengan syariat. Sehingga wacana Aceh sebagai bumi syariat terasa lebih kental. Pun
promosi alat kebudaayan Aceh dalam berbagai kesempatan mendominasi.
Secara matematis kita bukanlah apa-apa dibandingkan
dengan keberadaan masyarakat Indonesia lain, namun kesolidan dan kekentalan
nilai yang kita bawalah yang menjadikan masisir respek dan mau meilhat kita
sebagai sebuah entitas yang bernilai.
Ada yang menarik ketika melihat dan membahas geliat
kesukuan sesama Aceh. Walaupun agak risih dan tidak nyaman, tapi hal ini harus
diingatkan. Sejatinya kita harus berusaha untuk mengacehkan KMA. Berangkat dari
judul, membantai ideologi Aceh keacehan bukan berarti kita harus berganti
kekeluargaan, mengikuti dan menjadikan budaya barat sebagai konsumsi
sehari-hari. Atau Beralih membunuh nilai keacehan kemudian menggantingan dengan
nilai yang bertentangan dengan perintah Allah Swt.
Melainkan usaha untuk menanggalkan pakaian suku,
almamater dan daerah. Gantilah dengan pakaian kesatuan kita, dengan pakaian merek
Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir sebagai baju kebesaran kita bersama.
Sebagai payung utama wadah bersatunya warga Aceh.
Aceh bukanlah mereka yang bisa berbicara bahasa aceh
dengan fasih, bukan juga mereka yang mengklaim diri sebagai suku asli. Pun
bukan suku-suku perbatasan dan pedalaman. Melainkan kesatuan seluruh kultur,
budaya, adat, suku dan manusia yang mewarnai, kesatuan dari semua hal tersebut
adalah kita. kita adalah orang Aceh, yang selalu menjunjung tinggi persatuan
dan mengharumkan nama Aceh.
Keberadaan tulisan ini bukanlah sebagai bentuk talqin penafian
keberadaan KMA sebagai bagian dari masyarakat masisir, keberadaan Provinsi Aceh
sebagai bagian dari Republik Indonesia. Namun lebih sebagai himbauan kepada
kita, saya dan anda untuk menjaga kesolidan dan nilai-nilai keacehan demi
terjaganya nilai ukhuwah sesama warga KMA di Mesir.
Kita juga sebagai bagian dari masisir, bagian dari wafidin
ghair arab kita juga punya hak bergabung dan mewarnai circle kultur
mahasiswa. Namun ingat, ingatkan mereka bahwa Aceh punya cita rasa yang tinggi
dengan budaya yang selalu sejalan dengan syariat Allah Swt. Semoga!
*Ketua KMA Periode 2014-2015
Posting Komentar