Talaq 1 Atau Talaq 3
Talaq merupakan permasalahan sensitif dalam kajian fiqih Islam. Poblematika talaq adalah satu hal yang musti diketahui syarat dan rukunnya oleh ummat Islam, lebih-lebih bagi mereka yang sudah menikah.
Jika kita membuka fiqih Islam, kedudukan bab talaq merupakan satu hal yang unik. Dimana para fuqahak dalam karya-karyanya menempatkan bab talaq selalu sesudah bab nikah. Hal ini menunjukkan talaq tidak akan jatuh sebelum menikah. Filosofinya dari segi kedudukannya saja sudah tergambar hukumnya.
Secara etimologi talaq bermakna, 'melepaskan ikatan.' Apa saja yang kita lepas ikatannya digolongkan talaq dari segi bahasa. Adapun dari segi terminologi talaq bermakna, 'melepaskan ikatan nikah dengan lafaz talaq.' Para fuqahak juga telah mengklasifikasikan talaq ini kedalam dua bagian secara global, yaitu talaq ba in dan talak raj'i.
Talaq ba in adalah talaq yang dijatuhkan suami dengan talaq tiga. Adapun talaq raj'i yang dijatuhkan suami dengan talaq satu atau dua. Atsar yang dikandung talaq ba in adalah tercerainya hubungan nikah secara total. Berbeda dengan talaq raj'i yang tidak memutuskan hubungan nikah secara total, bagi suami masih ada kesempatan untuk mengikat kembali hubungan nikah dengan cara rujuk.
Selanjutnya penulis akan menguraikan makna talaq dari segi bahasa yang bermakna umum.
Melepaskan
Menurut ahli bahasa apa saja yang dilepaskan ikatannya dinamakan talaq. Seorang pengembala kambing melepaskan kambingnya dari ikatan berarti dia telah mentalaqkannya. Seorang tuan memerdekakan budaknya berarti dia telah mentalaqkannya.
Begitu juga dengan pelajar yang punya sejuta semangat belajar dan membaca buku saat ujian tiba, lalu sesudah ujian pergi semangat belajarnya hilang begitu saja. Orang seperti ini juga dinamakan talaq menurut ahli bahasa. Intinya apapun yang dilepaskan, ditinggalkan, dicuwekin dinamakan talaq.
Melepaskan kadang-kadang menjadi hal yang berat bagi seseorang. Seorang pemuda yang cintanya kepada seorang wanita sudah mengakar sampai ke tulang sum-sumnya melepaskan wanita tersebut adalah satu hal yang sangat berat baginya. Bagi pemuda lain kadang-kadang melepaskan kekasihnya menjadi hal biasa yang tidak beban sama sekali. Hal ini mungkin karena cintanya sudah redup atau lain sebagainya.
Bagi seorang pelajar atau mahasiswa yang rajin membaca buku dan belajar, meninggalkan aktifitas belajar merupakan hal yang berat baginya. Karena membaca dan belajar sudah menjadi habbitnya. Hal yang sering diulang-ulang seseorang tanpa ada unsur paksaan kemungkinan besar sulit dilepaskan.
Namun bagi seorang pelajar yang semangat belajarnya muncul karena unsur paksaan melepaskan atau meninggalkan belajar sama sekali tidak beban baginya. Hal ini mungkin karena belajar bukan habbitnya.
Pelajar yang belajarnya bukan karena paksaan akan selalu memancarkan semangatnya tanpa terindikasi oleh waktu dan keadaan. Baik waktu ujian atau bukan dia akan selalu belajar, karena belajar adalah kebiasaannya.
Pelajar yang semangat belajarnya muncul karena unsur paksaan ini ada dua golongan. Pertama, jika ujian telah selesai semangat belajarnya akan turun yang namun dia masih belajar meskipun tidak sesering waktu ujian. Ini yang saya namakan dengan talak satu. Dia mentalaqkan belajar dengan talaq raj'i. Artinya dia masih mau rujuk untuk belajar.
Ke dua, jika ujian sudah selesai maka semangat belajarnya akan turun drastis. Pelajar seperti ini tidak akan belajar dan mengulang lagi kecuali waktu ujian saja. Ini yang saya namakan dengan talaq tiga. Dia mentalaqkan belajar dengan talaq bain. Artinya dia tidak akan mau belajar dan mengulang lagi.
Semangat belajar tersebut akan hilang yang otomatis butuh pengorbanan yang kuat jika dia ingin mendirikannya suatu hari nanti. Ibarat suami yang mentalaqkan istrinya dengan talaq tiga (ba in) dia harus mengorbankan banyak hal jika ingin menikah lagi dengan istri tersebut.
Relakah?
Apapun golongannya, bagaimanapun tipenya, yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah relakah mentalaqkannya? Relekah melepaskan semangat belajar yang sudah kita bangun pada saat ujian tadi? Yang pada saat membangunnya kadang-kadang kita harus mengorbankan untuk tidak tidur malam, tidak makan, maukah mentalaqkannya karena ujian telah tiada?
Ini yang harus kita renungi dan pertimbangkan sebelum meninggalkannya. Adalah kebahagiaan dan kenajahan itu tersimpan pada mereka-mereka yang tidak mentalaqkan semangat belajarnya. Kemalangan dan kegagalan tersimpan pada mereka yang melepaskan dan mentalaqkannya. Di sini lah eksistensi kita mau memilih yang mana.
Imam Nawawi (mujtahid tarjih) yang oleh sejarah mencatat hidupnya hanya 45 tahun tapi beliau telah menghasilkan ratusan karya. Yang tidurnya sama sekali tidak seperti kita tidur di atas kasur yang empuk. Beliau hanya tidur di atas kursi jika rasa ngantuk datang pada saat belajar dan menulis. Imam Jalaluddin AS Sayuti yang dijuluki sebagai mujaddin (pembaharu) abad ke-9 ('Aqidah Imam Asy 'Ari hal: 45) beliau bisa menghasil beragam karya dari berbagai funun ilmu dengan semangat belajarnya.
Semangat merekalah yang harus menjadi motivasi bagi kita ummat Islam. Artinya kita tidak perlu untuk mengambil motivasi dari orang kafir selama dalam khazanah historis ulama Islam masih banyak motivasi yang belum kita gali. Buku Syehk Abdul Fattah Abu Nguddah ,'Qimatuz Zaman 'Indal Ulama' merupakan satu buku spektakuler yang layak kita miliki untuk memotivasi diri. Karena dalam buku tersebut beliau menulis berbagai macam cara para ulama dalam menjaga waktu untuk belajar.
Maukah kita mentalaqkan semangat belajar kita yang sudah kita bangun dengan begitu kokoh karena tidak ada paksaan! Sementara di sana masih banyak orang-orang yang ingin belajar menjadi orang hebat tapi mereka tak punya kekuatan. Semoga kita menjadi pelajar yang selalu menjaga ikatan semangat belajar tanpa mentalaqkanya. Dan nantinya bakal menjadi suami dan istri yang saling menjaga 'ismah nikah. Semoga!
Oleh: Abdul Hamid M Djamil
Penulis: Staf redaksi www.kmamesir.org
Posting Komentar