Istana dan Sepotong Singkong
Ketika saya
mengomentari dua orang yang sedang berdebat masalah pemimpin, saya
katakan ”seorang pemimpin harus seperti Rasulullah SAW”. Salah satu dari
mereka mengatakan jangan menyamakan pemimpin kita ini dengan Rasulullah
SAW, beliau seorang Nabi. Saya terkejut dengan tanggapan yang demikian,
dalam hati saya, kita memang tidak bisa dan tak seorangpun yang akan
bisa seperti Rasulullah SAW, tapi tentu kita bisa melakukan seperti
yang beliau lakukan, walaupun tidak sesempurna yang Rasulullah lakukan.
Coba kita membuka kembali Sirrah
Rasulullah, para sahabat dan pemimpin-pemimpin islam terdahulu.
seharusnya kita mengidolakan mereka dan menjadikan mereka contoh dalam
keseharian kita, jangan sampai kita melupakan sejarah. Jika kita
sekarang telah sedikit lupa dengan sejarah Rasulullah, bagaimana 3 atau 4
tahun kedepan, tentu generasi kita bisa menjadi korban penipuan dalam
sejarah. Setiap kita tentu punya idola, jangan sampai kita salah dalam
mengidolakan sesuatu.
Kalau kita memperhatikan dalam Sirrah
Rasulullah ”Sebagai Seorang Pemimpin”, bagaimana beliau mencontohkan
sikap seorang pemimpin yang tidak merasa lebih tinggi dari orang-orang
yang dipimpin, bagaimana seorang pemimpin yang tidak memiliki makanan
kecuali hanya sebutir kurma, apakah karena beliau miskin? Jika
Rasululllah mau tentu Allah akan mengabulkan semua permintaan beliau,
tapi Rasulullah lebih memilih hidup seperti orang yang dipimpinnya.
Seorang penulis, di dalam buku “100 pemimpin yang sangat berpengaruh”
beliau menulis Rasullullah berada di peringkat pertama.
Ingatkah kita kisah seorang pemimpin
yang memikul sendiri sekarung gandum di pundaknya karena melihat
rakyatnya memasak batu karena anaknya merasa lapar, beliau adalah Umar
bin Abdul Aziz, suatu ketika beliau mengutus pengawalnya berpatroli,
pengawalnya melaporkan ada sebuah gubuk seorang perempuan dengan seorang
anaknya, yang sedang menangis karena lapar, sang ibu memasak beberapa
butir batu untuk melalaikan anaknya, sambil meangis sang ibu
mengaduk-aduk batu dalam kuali sampai anaknya tertidur.
Mendengar berita yang demikian sang
pemimpin tersebut memerintahkan pengawalnya mengambil sekarung gandum,
dan beliau memikul sendiri, sampai di gubuk tersebut beliau menanyakan
kepada sang ibu, mengapa bisa terjadi demikian, sang ibu menjawab,
pemimpin kami lupa kepada kami, sambil menangis beliau memberikan
sekarung gandum tersebut, sambil mengatakan sayalah pemimpin itu.
Kisah diatas hanya sebagian kecil dari
kisah para pemimpin yang memperhatikan kesejahteraan orang yang
dipimpinnya. Kalau kita memperhatikan di zaman yang kita hadapi
sekarang, tentu berbalik 90 derajat, dimana sang pemimpin tidak lagi
menghidupkan rakyat justru mencari hidup dari rakyat, mereka memperkaya
diri sedangkan orang-orang yang di pimpin mereka masih banyak yang
merasakan kelaparan, sampai mati dalam keadaan lapar, sakit yang tidak
kunjung sembuh, karena mereka berpikir untuk mendapatkan sesuap nasi
saja susah apalagi harus ke dokter dan biaya pengobatan.
Kisah sepotong singkong
Masihkah kita mengingat berita seorang
nenek yang mencuri singkong karena cucunya lapar, sehingga beliau dimeja
hijaukan dan di tuntut denda Rp1 juta atau di penjara selama 2,5 tahun,
begitu mahalnyakah harga singkong sekarang, apa yang kita rasakan
ketika mendengar berita demikian? Justru ditingkat atas banyak yang
bermain dengan milyaran dan bahkan trilyunan, mereka santai-santai saja,
karena mereka beranggapan dimana ada uang disitu tidak ada masalah.
Berapa banyak para petinggi terlibat korupsi. Ada juga yang sudah
terbukti masih saja mengatakan, saya tidak akan melepaskan jabatan
dengan alasan saya mau menjalankan tugas, sungguh, suatu kebohongan.
Sebagian besar kejahatan tentu
disebabkan masasalah perut, jika kesejahteraan rakyat terjamin, maka
kisah sang nenek tidak akan terjadi, jika pemimpin memakai hati dan
pikiran mereka, bagaimana jika saya berada diposisi nenek tersebut.
Semua kita mendambakan seorang pemimpin yang adil, bijaksana, jujur, dan
merakyat, mari kita memperhatikan siapa yang akan menjadi pemimpin
kita, jangan karena dimasa kampanye kita diberikan sesuatu, kita menjadi
lupa akan beberapa tahun ke depan, ketika dia memimpin.
Perhatikan di sekitar kita yang menjadi
wakil kita di pemerintahan, apakah mereka mendengarkan inspirasi dan
suara kita. Jangan hanya memanfaatkan kita untuk mendapatkan kesenangan
mereka, yang menjadi pemimpin janganlah merasa tinggi, tidakkah kita
melihat setinggi-tinggi pohon bambu pasti ujungnya melengkung kebawah,
janganlah seorang pemimpin merasa gengsi untuk bergaul dengan dengan
seorang petani, tukang becak, tukang sampah dan yang lainya hanya karena
mereka tidak memakai jas atau dasi.
Sebelum kita menginjak kursi
kepemimpinan, hendaknya kita mengetahui atau memahami benar fungsi, dan
kewajiban-kewajiban seorang pemimpin, setidaknya kita memiliki pondasi
yang benar-benar kuat, jika kita mempunyai pondasi yang kuat itu tentu
tidak tidak akan terombang-ambing mengikuti arah angin. Pondasi itu
adalah Iman, Islam, dan Ihsan. Bukankah ketika pemimpin dilantik mereka
disumpah dengan Al-Quran, karena kita mengharapkan supaya mereka
benar-benar menjalankan fungsinya.
Ataupun jika seorang pemimpin tidak
mempunyai pondasi, hendaknya mereka berkomunikasi dengan para ahlinya,
dalam hal ini ulama sangat berperan penting, karena agama tidak bisa
dipisahkan dengan pemerintahan, karena dalam agama semua solusinya ada.
Coba kita memperhatikan sebelum revolisi terjadi di Mesir, seorang ulama
besar pernah berpesan dalam pesan singkatnya beliau mengatakan kepada
sang Presiden ”mungkin ini pertemuan kita yang terakhir, jika engkau
berada dalam ketentuan kami (ulama), engkau akan mendapat taufiq dari
Allah, jika kami (ulama) berada dalam ketentuanmu, maka kehancuran akan
terjadi”.
Beberapa hari kemudian beliaupun di
panggil Allah, dan beberapa hari setelah beliau wafat terjadilah
revolusi di negara yang selama 30 tahun dipimpin Presiden tersebut.
Sebelum kita salah memilih dan menyesal
kemudian, marilah kita kembali melihat siapa yang pantas dan bertanggung
jawab menjadi pemimpin kita, karena baldatun tayyibatun wa rabburgafur adalah impian kita semua.
===============
===============
Khairul Asri
Mahasiswa Universitas Al Azhar, Kairo asal Aceh Tengah
Mahasiswa Universitas Al Azhar, Kairo asal Aceh Tengah
*tulisan ini sudah dimuat di www.lintasgayo.com
Posting Komentar