Cerita Menarik di Balik Syair Arab Viral; "Shaut Shafir al-Bulbul"

Oleh: Muhammad Habibillah*
(Sumber: Google.com)
Pasti kalian sering mendengar lagu Arab yang sedang viral karena keunikan bahasanya, kurang lebih bunyinya seperti ini, "Tob tobi tob tob tobi tob"?

Nah! Jadi, ada satu kisah yang menarik dari syair tersebut, disebutkan di dalam buku Majaan al-Adab fi Hadaa`iq al-'Arab, jilid 5 halaman 128, karangan Louis Cheikho, lahir di Mardin, Turki, 5 Februari 1859 M yang beragama Katolik.

Dia mengisahkan bahwa di zaman dahulu kala, ada seorang khalifah yang terkenal sangat pelit. Dia mempunyai seorang budak dan seorang selir. Ketiganya mempunyai ingatan yang sangat cepat. Sang khalifah mampu menghafal apa saja hanya dengan sekali mendengar, si budak hanya dengan dua kali mendegar dan si selir dengan tiga kali mendengar.

Suatu hari, khalifah tersebut mengumumkan bahwa siapa saja yang bisa membuat syair yang belum pernah dibuat oleh orang manapun, maka dia akan mendapatkan hadiah dari sang khalifah sesuai dengan berat tempat dimana syair itu ditulis. Kemudian para penyair pun membawa satu persatu syair mereka dan membacakannya di hadapan sang khalifah. Namun, setiap kali para penyair selesai membacanya, sang khalifah berkata, "Syair ini sudah pernah kami dengar," lalu dibacakan ulang syair tersebut olehnya. "Kalau kau ragu tanyakan saja pada budakku ini," kata sang khalifah. Si budak pun mengulang kembali bait demi bait syair tersebut dengan lancar, karena dia telah mendengarnya dua kali. Yang pertama dari  penyair, dan yang kedua sang khalifah.  Kemudian sang khalifah menyuruh selirnya untuk mengulangnya dan dia juga dengan lancar membacakannya karena telah mendengarnya tiga kali.

Baca juga: Bertemu Pujangga

Begitu seterusnya tidak ada yang berhasil, berita tersebut sampai ke telinga Imam Al-Asma'i, imam besar ahli sastra Arab yang juga merupakan temannya sang khalifah. Beliau mulai membuat satu syair dengan bahasa yang sulit, menuliskannya di atas suatu tiang, lantas membungkusnya dengan kain, lalu meletakkannya di atas unta. Dengan memakai pakaian badui compang-camping, menutup wajahnya dengan kudung yang hanya memperlihatkan kedua matanya, lantas pergi menghadap ke sang khalifah, lalu berkata, "Aku telah memuji Amirul Mukminin dengan suatu kasidah." Khalifah berkata, "Wahai orang Arab, jika kasidahmu sudah pernah dibuat, maka kau tidak akan dapat hadiah. Tapi, jika belum pernah dibuat, maka kau berhak mendapatkan hadiah sesuai dengan berat kasidahmu itu."

Imam Al-Asma'i pun setuju, lalu mulai membacakannya hingga selesai. Tapi sang khalifah tidak dapat menghafalnya karena bahasanya yang sulit. Begitu juga dengan si budak dan si selir. Maka khalifah berkata, "Wahai orang Arab, kamu benar bahwa syair ini belum pernah dibuat oleh seorang pun. Berikanlah papan syairmu, maka akan aku berikan emas sesuai dengan beratnya."

Beliau berkata, "Wahai Tuan, aku telah mencari kertas dimana-mana tapi tidak aku temukan di rumahku kecuali satu tiang marmer dari masa ayahku yang terbengkalai. Maka aku menulis syair itu di atasnya."  Mau tidak mau, sang khalifah harus memberikan semua emas yang dia punya hingga mencapai berat yang sama dengan tiang marmer tersebut. Imam Al Asma'i mengambilnya kemudian pamit pergi.

Khalifah pun curiga kepada orang Arab tersebut, bahwa dia adalah Asma'i yang ia kenal. Lantas ia memanggil orang tersebut ke hadapannya lagi, kemudian menyuruhnya untuk membuka penutup wajah yang dipakainya. Benarlah, orang tersebut adalah Imam besar Al-Asma'i. Sang khalifah pun terkejut, kejadian ini begitu membekas dalam dirinya hingga mengubah sudut pandangnya. Sejak saat itu, sang khalifah mulai menghormati para penyair dan memberikan upah atas karya-karya yang mereka torehkan. 

Tamat. 

*Penulis merupakan mahasiwa fakultas Syariah wal Qanun, jurusan Syariah Islamiyah, Universitas Al-Azhar, Kairo.

Editor: Siti Humaira

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top